Truly, Madly, Deeply – Savage Garden
“I'll
be your dream, I'll be your wish, I'll be your fantasy.
I'll be your hope, I'll be your love, Be
everything that you need. I love you more with every breath.”
“Margarita, please!” seorang gadis berparas cantik mengangkat gelasnya
tinggi-tinggi. Tak lama, gelas dihias seiris buah lemon berpindah tangan dari
sang bartender ke tangan kecil nan putih gadis itu. Allune Keylandra, nama
lengkap sang gadis, menghabiskan Margarita ke-tujuhnya dengan satu kali teguk.
Ia memaksa kaki lemasnya melangkah ke arah dance
floor dan kembali menggoyangkan badan dan pinggulnya. Seorang DJ sedang
memutar lagu The Sky Full Of Star
dari Coldplay. Allune menghentakkan kakinya yang mulai tak beraturan, alcohol
sudah mengambil kendali otak dan tubuhnya. Kebahagiaan dan kesedihan seolah
menyatu di matanya. Allune terus menggerakkan badannya hingga sebuah tangan
kekar memeluk pinggangnya.
“Hai, kamu baik-baik saja? Aku rasa
kakimu sudah tidak kuat lagi berada di lantai dansa ini.” Allune terpana. Bukan
karena mendapati pria yang sedang memeluk pinggangnya luar biasa tampan, tapi
wajah pria ini mengingatkannya pada seseorang yang sangat disayanginya.
Seseorang yang telah pergi.
“Kak… Sean?” sebut Allune dengan
tatapan tidak percaya. Ada air mata menetes disudut matanya, ungkapan rasa
rindu yang tak tertahan. Allune memeluk balik pria di hadapannya erat-erat.
Pria itu termangu tak percaya akan apa yang sedang terjadi pada wanita cantik
di hadapannya.
“Kak… Aku… A-aku… minta ma-Hoooeeekkkk!!!!”
***
“Lo muntah, biar gue perjelas, LO
MUNTAH di jas Armani salah satu Captain tergalak di airlines kita dan LO GAK INGET SAMA SEKALI?!” Suara Ishani menggema
di rumah Allune yang terbilang mungil itu. Sebuah rumah dua kamar yang kini hanya
ditinggali oleh Allune seorang. Allune tidak lupa kejadian itu, mana mungkin
bisa? Ia pura-pura lupa untuk terhindar dari masalah yang akan menimpanya.
Kenyataannya, Allune tidak melupakan satu detilpun tentang pertemuannya dengan
Captain Arga Maligan. Captain baru di Hawk Air, maskapai sama yang menaunginya
saat ini. Sudah sekitar sebulan ini Allune mendengar nama Captain satu itu
dikumandangkan di crew briefing room.
Sebenarnya dia bukanlah Captain yang galak, karena ia belum pernah terdengar memarahi
atau bahkan memaki pramugari maupun petugas ground. Captain Arga sepertinya
adalah tipikal bujang tua yang dingin terhadap wanita. Itu saja. Namun
begitulah orang airlines, mereka
selalu suka melebihkan hal negative dari orang-orang yang bersikap antipati
kepada mereka.
“Oh
please darlaa… Don’t be such lebay
deh! Itu gelas ke… emm, yah kesekian. And
I was drunk! Anything can be happened when you’re drunk!” Allune memainkan ujung
rambutnya, sebuah kebiasaan jika ia sedang mengeles
dari sesuatu. Sayangnya Ishani sudah mengenalnya selama 4 tahun dan ia hapal
betul kebiasaan sahabatnya yang satu itu. Ishani merapikan kamar sahabatnya
yang terlihat seperti kandang babi baginya sembari mengomel panjang lebar
tentang betapa bodohnya Allune yang kembali pada aktifitas ‘malam’ yang sudah 3
bulan sebelumnya ia tinggalkan.
“Kenapa sih lo balik clubbing lagi? Dan kenapa lo stop
therapy lagi di Dokter Bambang?” wajah Allune mulai serius.
“Gue capek minum obat. Gue capek
therapy. Gue mau menikmati hidup gue lagi seperti sebelumnya, kita cuman hidup
sekali kan?” pandangan Allune kosong, tak pernah sekosong itu sejak Ishani
pertama mengenalnyal.
Ishani mendesah iba. Ia meninggalkan
aktifitas berberesnya dan duduk di samping Allune, berusaha menenangkan Allune
seperti biasa.
“Lunne, gue tau lo capek dan muak
sama semua pengobatan itu. Gue ta-“
“Fuck
it! Don’t ever tell me that you know
how it feels! In fact, you know nothing about my feeling!” Allune terkejut
mendapati suaranya yang meninggi. Ia tidak menyangka bahwa lagi-lagi ia tidak
mampu mengontrol emosinya. Allune langsung menepuk bibirnya dan reflex meminta
maaf.
“Shan, maafin gue. Ntahlah, bahkan
gue bingung sama perasaan gue sekarang. I
just want to back normal. Just like the old me…” Allune menangis dipelukan
Ishani. Ia tidak perlu menjaga imagenya dihadapan Ishani. Allune adalah Ishani,
dan Ishani adalah Allune. Tidak ada satu pun rahasia diantara mereka.
“Diri lo yang dulu, itu bukan
kehidupan normal. Gonta-ganti cowok kaya kaus kaki. Setiap day off yang lo punya, Cuma
lo pake buat ke bar atau clubbing.
Itu bukan hidup normal, Lunne. Tapi saat lo sembuh nanti, lo bakalan dapetin
kehidupan normal yang lo mau.”
Allune termenung. Ia membayangkan
pil-pil anti-depresant dan valproic acid yang harus ia minum untuk menenangkan
dirinya ketika ia mengalami swing-mood.
Ya. Allune adalah penderita bipolar
disorder. Ia punya masalah serius dalam mengendalikan moodnya yang bisa berubah-ubah
secepat kilat. Saat ia dalam fase manic, dimana ia begitu antusias terhadap
sesuatu, ia akan begitu kuat tidak tidur, tidak makan hanya untuk hal yang
sedang disukainya itu. Pernah terjadi saat SMA ia aktif di teater, tidak
sedikitpun ia lelah saat latihan meskipun itu menghabiskan waktu berhari-hari.
Ia menggarap naskahnya berhari-hari tanpa istirahat cukup, namun ia terlihat
bugar di dua minggu pertama. Setelah ia melewati fase manic barulah tubuhnya
memberi respons. Allune jatuh sakit dan menjadi sangat lemah.
Pernah pula ia begitu bersemangat
dengan aktifitas gymnya. Saking semangatnya, ia menghabiskan 5 jam sehari untuk
exercise dan membakar 2000 kalori bahkan lebih tiap harinya. Tubuhnya bertahan
di 2-3 minggu awal sebelum akhirnya ia terkapar lemas di tempat tidurnya. Dan
saat itulah fase depresi mudah mendera. Allune yang begitu bersemangat akan
secara tiba-tiba menjadi pemurung. Pernah suatu kali di penerbangannya, seorang
junior menumpahkan buah untuk kelas bisnis. Itu sebenarnya hanya kesalahan
kecil, Allune tak harus marah-marah terhadap juniornya. Namun yang terjadi
justru sebaliknya, ia mengomel sepanjang take-off dan landing. Namun begitu
penerbangan itu usai, Allune murung berhari-hari karena merasa bersalah. Ia
sampai harus repot-repot mencari nomor telfon junior itu hanya untuk meminta
maaf.
Allune sebenarnya gadis yang baik.
Namun ketidakmampuannya mengendalikan emosi memang membuatnya terkenal sebagai
senior yang aneh. Dan Ishani sudah hapal benar tabiat sahabatnya, jadi sekesal
apapun ia dibuatnya, tak pernah sekalipun Ishani meninggalkan Allune sendirian.
Ishani tahu pasti, Allune akan kesulitan mendapat sahabat pengganti jika ia
pergi.
“Okay, hari ini ayo kita jalan ke
Bandung! Kita refreshing sebentar, sebelum elo balik therapy lagi di Dokter
Bambang. Promise me?” tawar Ishani.
Allune menimbang-nimbang, ia tidak terlalu menyukai wisata alam seperti Ishani.
Namun setelah kejadian tadi, ia merasa wajib membuat sahabatnya senang.
Lagipula hari ini ia libur dan besok ia punya schedule malam. Hari ini mereka
bisa menginap di rumah keluarga Ishani.
“Whatever
you want. Gue mandi dulu, lengket banget!” Allune mengangkat tangannya ke
atas. Merenggangkan ototnya yang kaku. Ia membuka baju kausnya. Wait?
“Shan,
lo ganti baju gue?” kali ini Allune bernada serius. Sementara Ishani tertawa
terbahak-bahak.
“Not
only you who mas drunk that night. Bedanya gue gak sampai jackpot dan harus dibopong Om-Om
ganteng. Tapi yang jelas gue gak begitu perhatiannya sampai mau lepasin dress
lo yang berkubang muntahan itu.” Ishani nyengir tanpa dosa. Allune menepuk
jidatnya saat menyadari bahwa ia akan menghadapi masalah yang sungguh sangat
besar.
“Kalo bagian yang itu, sumpah gue
bener-bener gak inget!”
***
“Yesterday all my troubles seemed so far
away. Now it looks as though they`re here to stay… Oh I believe in yesterday…”
The Beatles menyanyi dengan sendu di Ford Fiesta berwarna merah maroon milik
Allune. Dirinya adalah penggemar fanatik grup band satu itu. Sungguh aneh
memang, gadis berusia 22 tahun penikmat Margarita juga menyukai grup band
selawas The Beatles. Itu karena Kak Sean yang menjadi fans berat mereka, dan
demi meluapkan kerinduannya terhadap sang Kakak tercinta, Allune pun mulai
mengoleksi lagu-lagu The Beatles. Dan mendadak 3 bulan ini lagu-lagu The
Beatles selalu menjadi penyanyi gratis di mobilnya sepanjang perjalanan.
“Ini
lagu sendu amat cong? Gak bakal bikin
mood elo berubah kan? We are going to
have fun today!” protes Ishani untuk kesekian kalinya. Ishani memang sudah
seperti psikiater tanpa gelar untuk Allune. Ishani hapal betul kalau lagu
mellow dapat mengubah mood sahabatnya dengan cepat. Dan lagu bertempo cepat
akan menjaga mood Allune tetap bagus. Itulah mengapa Allune menjadi pelanggan
setia tempat-tempat clubbing Ibu Kota sejak usianya 17 tahun. Night club ibarat terapi pribadinya
untuk menjaga moodnya tetap gembira jika ia sedang berada di fase depresi. Dan
Margarita? Ia adalah sahabat keduanya setelah Ishani. Minuman favorit yang
tentu lebih nikmat dibanding menegak pil-pil penenang itu. Margarita membuatnya
tenang tanpa perlu tersiksa minum obat-obatan dari Dokter Bambang. Allune
berhasil melalui hari-harinya sebagai penderita bipolar selama ini dengan bantuan Margarita. Ia membutuhkan
psikiater baru 3 bulan ini. Setelah Margarita tidak lagi ampuh meredakan
kesedihan yang mendalam di hatinya.
Namun
ia menemukan obat lain yang lebih ia suka daripada harus menelan pil-pil
pemberian dokter itu. Lagu-lagu The Beatles. Memang efeknya tidak sehebat
Margarita, namun setidaknya lagu sesendu apapun dari mereka tidak menurunkan
mood Allune sedikitpun. Malah terkadang Allune mendendangkannya dengan gembira
sehingga moodnya menjadi bagus.
“Why he had to go I don`t know. He wouldn`t
say I said something wrong. Now I long for yesterday…” kali ini suara indah
Allune memenuhi mobil. Ia bernyanyi dengan senyum kecut di bibir tipisnya. Pikirannya
melayang mundur 3.5 bulan yang lalu. Memutar kembali memori saat pertengkaran
pertama antara dirinya dan Sean terjadi di apartemen mereka.
“Night club? It’s fine! Free sex? It’s not a
big deal! But with my ex? ARE YOU CRAZY?” seru Sean pagi itu. Ia tidak
mampu menahan emosinya ketika mendapati adik kesayangannya ‘tidur’ dengan
mantan pacarnya. Sementara Allune berpura-pura asik dengan game di
handphonenya.
“ALLUNE
KEYLANDRA, I’m talking to you!” Sean
dengan kasar mengambil handphone adik satu-satunya itu dan membantingnya ke
lantai.
“My God! Itu iPhone 6! I spent my salary for that one!”
akhirnya Allune buka bicara. Ia mulai jengah menghadapi Kakaknya yang penyabar
mulai meneriakinya.
“Okay
Sean Kalundra, now we’re talking!
Kakak mau marah karena aku macarin mantan Kakak?” dengan nada menantang, Allune
malah meneriaki balik Kakaknya itu. Sean tak habis pikir kenapa adiknya bisa
demikian gila.
“Bukan!
Kakak gak masalah kamu mau pacaran sama siapapun! Tapi lesbian? Are you poisoning or something?”
“Apa
masalahnya dengan lesbian? Kakak malu ternyata cewek yang masih kakak puja
setengah mati itu ternyata beneran lesbi? Kakak sakit hati karena ternyata
mantan kesayangan kakak itu ternyata lebih cinta sama aku? HAH?!” Allune tahu
betul jawabannya. Sean masih mencintai Iori, gadis lesbian bengal kenalannya di
Skyvenue Club. Namun Kakaknya terlalu lugu untuk menyadari bahwa kekayaannya
hanya dimanfaatkan oleh Iori demi kebutuhan ‘obat’nya. Iori tidak membenci
lelaki, namun jiwanya untuk perempuan. Dan menurut Allune, inilah cara yang
tepat untuk menyadarkan kakaknya. Dengan membuat Kakaknya sakit hati begitu
dalam.
“Sekarang
Kakak tahu kan kenapa Iori gak pernah mau diajak ngesex? She hates penis! Dan oh ya, anyway
she was a great tongue-player!”
PLAK!!
Allune
memegangi pipinya yang memerah sebelah. Ia menangis saking perihnya tamparan
itu di pipinya. Ia rasa Sean menamparnya sepenuh tenaga. Sean tak kalah kaget,
tangannya bergerak reflex terlalu kencang. Namun ego membuatnya enggan untuk
meminta maaf. Ia mengambil jaket dan kunci mobilnya. Tanpa berkata apa-apa ia
pergi. Sean pergi. Dan tidak lagi kembali.
TINNN!!!
Suara klakson menyadarkan lamunan Allune dan membelokkan kemudi menuju
perumahan Setrasari, sebuah rumah mungil namun mewah milik Ayah dan Ibu Ishani
menghabiskan masa tua mereka. Romantis sekali! Orangtua Ishani pastinya adalah
orangtua idaman setiap anak di dunia. Mereka sangat demokratis dan juga akur
bahkan setelah mereka usia 55 tahun. Ishani adalah anak pertama dan
satu-satunya anak kandung mereka, namun mereka sangat membebaskan Ishani
memilih jalan hidupnya. Mereka tidak melarang Ishani mengejar impiannya menjadi
pramugari, meskipun perusahaan kue mereka jauh lebih dari cukup untuk membiayai
Ishani untuk sekolah kedokteran. Mereka juga tidak memaksa Ishani untuk
melanjutkan usaha kue mereka yang terbilang sukses di Indonesia.
“Hai
sayang-sayangku! Kenapa gak kasih kabar kalau mau pulang? Kita kan bisa siapin
pesta penyambutan untuk dua putri cantik ini, yak kan Pa?” sambut Mama Inggit
sembari memeluk Ishani dan Allune bergantian. Mama Inggit terlihat cantik sekali
meski usianya sudah kepala lima. Rambutnya yang sudah ditumbuhi uban tidak
pernah sekalipun ia semir, itu menolak takdir menurutnya. Tubuhnya tidak
termasuk ukuran besar untuk Ibu-Ibu yang mungkin sudah sepatutnya menjadi Nenek
itu. Berkat kelas-kelas gym yang diikutinya seperti zumba dance dan yoga. Jika Jennifer Lopez saat berusia 52
disandingkan dengannya pun J-Lo akan kalah jauh dengannya.
Dan
Papa Daru lebih fenomenal lagi, di usianya yang ke-57 ini ia masih tegap dengan
badan yang atletis. Ketampananan wajahnya sama sekali tidak berkurang meski
kerut-kerut diwajahnya sudah merajalela. Allune selalu menggoda Ishani bahwa
dirinya tak akan pernah menolak jika Papa Daru berniat menjadikannya sebagai
Istri muda. Dan Ishani akan dengan senang hati menjitak kepala sahabatnya yang
tidak waras itu.
“Wuff
wuff!!!” salak seekor anjing Alaskan Malamute besar mengusik pertemuan mereka.
Ishani langsung menggendong anjing itu dan menghujaninya dengan ciuman yang
bertubi-tubi. Di belakangnya menyusul seorang bocah laki-laki usia 10 tahun
yang menggendong anak anjing, ia adalah adik angkat Ishani, Wisnu. Orangtua
Ishani memutuskan untuk mengadopsinya 4 tahun lalu setelah Ishani memutuskan
untuk menjadi pramugari di Jakarta.
“Hai
Wisnu, kamu makin gendut ya?” sapa Allune sambil mengelus kepala bocah itu.
Wisnu nyengir menyadari tubuhnya yang semakin gemuk. Ia memeluk Ishani terlebih
dahulu lalu memeluk Allune. “Nih, kamu pasti suka!” Allune menyodorkan sekotak
cokelat Ghirardelli yang ia beli di Singapore minggu lalu. Ia sudah menyiapkan
oleh-oleh special ini karena tahu persis Wisnu pecinta cokelat.
“Oh
Baby, are you missing me? Mama juga
kangen kamu sayang… Kamu udah makan hari ini? Ayo sayang, kita makan dulu!”
Ishani membawa Baby, anjing Husky betina kesayangannya masuk ke dalam rumah. Keluarga
ini memang pecinta anjing, tidak hanya anjing ras mahal saja yang mereka terima
di rumah ini, namun anjing kampung terlantar pun bersedia mereka rawat dan akan
mereka serah-terimakan secara gratis ke orang lain setelah anjing-anjing itu
gemuk dan sehat. Mama Inggit menggeleng kepalanya.
“Harusnya
ia memberikan ‘bayi’ yang sesungguhnya. Bukan hanya seekor Siberian Husky yang
ia namai Baby. Papa harus bicara dengannya, ia harus mulai mencari pasangan.”
Bisik Mama Inggit dan Papa Daru menggeleng malas.
“Ia
baru 21 tahun sayang, pernikahan yang terlalu dini itu tidak baik.” Elak Papa
Daru. Ia tidak suka memaksakan kehendak pada putri satu-satunya itu, ia
penganut paham demokrasi sesungguhnya.
“Tidak
harus menikah sekarang juga kok, Pa. Tapi setidaknya bawa kemari siapa calon
mantu kita. Menikahnya ya 3-4 tahun lagi. Kamu setuju sama Mama kan, Lunne?
Kamu juga harus cari pacar loh, say… Mama heran sama kalian berdua,
cantik-cantik kok gak laku? Mama waktu seumuran kalian gonta ganti pacar
sebulan sekali. Papamu apalagi!” Mama Inggit terkekeh sendiri mengenang masa
mudanya. Allune tidak menyangkalnya, dengan kecantikan dan ketampanan mereka
sekarang, tentu saja berganti pasangan memang semudah itu. Itulah yang membuat
mereka baru menikah di usia 30 dan 35. Terlalu menikmati kehidupan
bersenang-senang dan melupakan tujuan mulia seperti menikah dan memiliki anak.
Sayangnya, kemudahan yang sama terjadi padanya, bukan Ishani. Allune bisa
mengganti pasangannya kapanpun ia bosan atau kapanpun ia melihat pria lain yang
lebih menyenangkan. Atau bahkan mendua jika kedua pria itu sama-sama masih
menyenangkan dan enak dipakai. Ishani kebalikannya. Dirinya tidak mudah jatuh
cinta, sekali ia pernah jatuh cinta pada Sean namun pria itu lebih memilih
Iori, lesbian gila yang hanya menguras dompetnya. Sungguh disayangkan…
“Aku
punya pacar kok, Ma!” Allune ngeles, ia tidak mau dikatai tidak laku, rasanya
seperti menjatuhkan harga diri saja seorang Allune Keylandra dikatai tidak laku
seperti itu.
“Kamu
yakin punya pacar? Atau teman lawan jenis untuk bersenang-senang?” skakmat.
Allune tidak bisa mengelak. Papa Daru tertawa setelah berhasil membuat bungkam
sahabat putrinya itu.
“Mama
yakin banyak pria yang mengincarmu. Tapi memangnya ada yang benar-benar kamu
anggap pacar? Coba sini tunjukin ke Mama dulu. Harus ganteng loh ya!” serang
Mama Inggit lagi.
“Ngg…
ada makanan apa di dalam Ma? Allune laper berat! Beraaaaat banget, lutut Allune
rasanya lemes banget.” Allune mengalihkan topic pembicaraan, dan Mama Inggit
dengan bangga memamerkan hasil masakannya.
“Kebetulan
Mama masak ayam betutu dan sop nangka muda, gara-gara kemarin kita habis
liburan ke Bali, Mama sekarang keranjingan makan masakan Bali loh! Tapi
restoran Bali di sini gak ada yang enak. Jadi Mama putuskan untuk belajar masak
sendiri, agak sulit memang. Tapi Mama rasa kalian akan suka.”
“Ya
tentu saja mereka suka, Ma. Kalau tidak, Papa akan suruh mereka tidur diluar
bersama Baby malam ini.” Goda Papa Daru yang pura-pura terlihat galak demi
membela masakan istrinya. Allune tersenyum bahagia, kebahagiaan yang sudah
sangat lama tidak ia rasakan. Salah, kebahagiaan yang tidak pernah ia rasakan.
Dikelilingi oleh orang-orang yang mencinta dengan tulus. Ia tidak pernah
merasakannya kecuali dengan Kak Sean. Dan ia telah membuat satu-satunya anggota
keluarga yang mencintainya dengan tulus pergi karena kelakuan bodohnya.
Papa
dan Mamanya sudah pisah ranjang sejak Sean berusia 6 tahun. Mereka memutuskan
untuk tidak bercerai karena Agama yang dianutnya. Di Katolik, perceraian sangat
dilarang, kecuali salah satu dari pasangan itu meninggal. Sekalipun bisa
dikabulkan, namun membutuhkan proses dan waktu yang panjang. Maka setelah
tahun-tahun awal pernikahan, mereka akhirnya memutuskan untuk menjalani hidup
masing-masing dan pisah ranjang di tahun ke-7 pernikahan mereka. Demi Sean,
mereka masih tinggal dalam satu rumah, walau pada kenyataannya masing-masing
sudah tidur dengan orang lain di luar rumah.
Hubungan
ganjil itu berjalan hingga 10 tahun lamanya. Tidak pernah ada masalah meskipun
mereka hidup dalam kebekuan yang mereka ciptakan sendiri. Sean pun tidak
mengalami masalah dalam pendidikan dan pergaulannya. Ia tumbuh menjadi remaja
tampan yang berprestasi, tidak seperti yang diekspektaksikan orang-orang. Namun
petaka itu terjadi saat usia Sean 16 tahun. Mama hamil, dan tentu saja itu
bukan hasil perbuatan Papa. Mereka sudah tidak saling sentuh selama 10 tahun,
bagaimana mungkin tiba-tiba Mama hamil? Mama selingkuh, itu sudah jelas. Papa
sudah mengetahuinya. Namun ia tidak pernah mengetahui, bahwa akhir-akhir ini
Mama berselingkuh dengan Adik kandungnya, Daniel.
***
“Kenapa harus Daniel? Dan kenapa
harus sebodoh itu hingga hamil?!” Andrew menaikkan suaranya 1 oktaf. Urat-urat
diwajahnya menonjol, menunjukkan betapa murka dirinya saat ini. Bayangan akan
betapa malunya ia dikeluarga dan kolega-kolega bisnisnya membuatnya sungguh
telah terbakar amarah.
“Aku mencintaimu, dan kamu tidak.
Daniel adalah dirimu dengan versi yang berbeda. Seorang Andrew kedua yang
mencintaiku. Dan ini kecelakaan! Aku juga tidak menyangka di usiaku yang kepala
empat ini aku masih bisa hamil!”
“Tolol, sungguh tolol! Gugurkan anak
itu, aku tidak sudi ia berada dirumahku! Meskipun ia akan tampak mirip
denganku, tidak! Aku tidak akan pernah sudi-catat itu!”
“Bagaimana bisa? Usianya sudah 12
minggu! Kalau digugurkan itu berbahaya untukku juga!”
“Persetan, kau lebih baik mati
daripada membuatku malu! Kita punya komitmen, Sandra! Kita bebas
bersenang-senang, asal jangan pernah membawanya kerumah ini. Kita bebas bersama
siapapun, asal tidak saling menyakiti satu sama lain!”
Sandra menangis. Sungguh sakit
hatinya dibuat ketika Andrew lebih mengharapkan kematiannya. Tidak saling menyakiti? BOHONG! Andrew
telah lebih dulu menyakitinya ketika 10 tahun yang lalu berkata bahwa ia telah
kehilangan cintanya. Cinta untuknya. Andrew telah menyakitinya saat ia tidak
pulang kerumah selama dua hari dengan alasan bisnis. Pada kenyataannya, Sandra
lah yang tidak pernah menyakiti Andrew. Sandra selalu menjaga agar setiap
perselingkuhannya jangan sampai tertangkap Andrew. Sandra bahkan masih
menyiapkan seragam kantor, oat meals di pagi hari, dan mengurus Sean dengan
baik. Ia bersenang-senang dengan pria lain tanpa sedikitpun melupakan
kewajibannya sebagai seorang istri dan ibu yang baik. Ia menikmati seks dengan
pria lain, namun tidak sekalipun pernah memberikan cintanya kepada mereka.
Cintanya selama ini hanya untuk Andrew, hingga suatu ketika Daniel
menyadarkannya bahwa ada seorang Andrew lain yang begitu mencintainya.
Daniel adalah adik kandung Andrew
yang memiliki wajah seperti kembar dengan kakaknya. Usia yang terpaut beda
hanya dua tahun menjadikan mereka begitu akrab layaknya sahabat. Mereka
terpisah saat Daniel memutuskan untuk menimba ilmu hukum di Perth, meninggalkan
Andrew yang lebih mencintai Indonesia. Di masa akhir bangku kuliahnya, Daniel
pulang memperkenalkan seorang gadis. Ia adalah Sandra Agatha, teman kampusnya
yang sama-sama orang Jakarta. Keluarga besar mereka mengira Daniel dan Sandra
memiliki hubungan khusus. Nyatanya Sandra tidak terlalu berminat dengan pria
cupu pecinta hukum itu dan mati-matian menegaskan bahwa hubungan mereka sekedar
teman baik, tak lebih. Ia justru jatuh cinta pada pandangan pertama pada
Andrew, seorang pengusaha muda yang memiliki pandangan nakal dan menelanjanginya
di awal perkenalan mereka. Maka Daniel yang malang harus bertepuk sebelah
tangan dan merelakan gadis yang sungguh dicintainya ditiduri oleh Andrew, Kakak
kandungnya itu. Dan Andrew tanpa merasa berdosa sedikitpun merebut Sandra dari
adiknya, menidurinya baru kemudian memacarinya.
Mereka menikah di masa penjajakan
yang sangat cepat. Hanya butuh 7 bulan bagi Andrew untuk mengakhiri masa
lajangnya bersama Sandra, gadis cantik dan seksi yang berhasil menjadikan
bajingan sepertinya menjadi seorang pujangga cinta. Kemudian menjadi seorang
Ayah dari bayi tampan yang mereka namai Sean Kalundra. Walaupun ternyata cinta
tidak selamanya bertahan dirumah tangga mereka. Andrew mulai memasuki titik
jenuhnya menjadi seorang ayah dan juga suami yang setia. Cintanya goyah dan
terus goyah hingga ia tidak pernah peduli walaupun Sandra mulai mengetahui
setiap jejak perselingkuhannya. Maka ia memberikan penawaran itu.
“Aku adalah seorang Kristen yang
taat. Aku meminangmu atas restu Tuhan, dan aku tidak akan menceraikanmu. Namun
jujur kuakui, cinta telah menghilang dirumah ini. Jadi marilah kita menjadi
dewasa. Kita harus bahagia, bukan? Maka biarkan aku menikmati hidupku dan
silahkan menikmati hidupmu. Kita bebas bersenang-senang di luar rumah, namun
jangan pernah membawa kesenangan itu kesini. Kita bebas, namun tidak saling
menyakiti. Kau setuju kan?” Sandra terhenyak mendengar pengakuan itu. Rasanya
lebih baik ia berpura-pura tidak mengetahui perselingkuhan Andrew daripada
harus mendengar pernyataan langsung ini darinya. Sandra tidak mampu
menggerakkan bibirnya. Lidahnya kelu. Ego menahan airmatanya untuk jatuh. Ia
seorang pengacara sukses, wanita karir yang berhasil dalam segala hal. Namun
ternyata ia gagal dalam rumah tangga. Ia gagal menjaga satu-satunya orang yang
sangat dicintainya. Maka Sandra hanya mampu mengangguk sambil memandang
suaminya dengan nanar.
Sandra kembali dari lamunannya. Ia
berbalik dan membuka lemari bajunya. Mengeluarkan dua buah koper besar dan
memasukkan segala baju dan alat make-up nya. “Aku akan pergi! Maaf telah
menyakitimu, tapi asal kau tau. Semua ini tidak akan pernah terjadi jika bukan
kau yang memulainya!”
Andrew tercengang. Ia terkejut
dengan kenyataan yang baru saja ia sadari. Wanita yang dulu ia sakiti, ternyata
mampu menyakitinya jauh lebih sadis dengan yang pernah ia bayangkan. “Jadi kau
balas dendam, huh? Kau berhasil, Sandra! Yang kau lakukan jelas SANGAT
menyakitkan!”
Sandra membuka pintu kamar dan
hendak pergi. Ia berhenti sejenak dan berbalik, “tidaklah menyakitkan karena
kau sudah lama tidak mencintaiku lagi. Pikirkan lagi siapa yang sebenarnya
tersakiti disini. Aku dan Daniel atau hanya dirimu? Seorang pria egois yang
tidak pernah mau memikirkan perasaan orang lain.”
Dalam tangisnya, Sandra menyempatkan
diri untuk menjemput Sean di kamarnya. Ia menarik tangan Sean yang tampak
depresi setelah mendengar percakapan orangtuanya malam itu. “Sean, kamu ikut
Mama kan, nak?”
Sean tidak mengatakan apa-apa. Ia
berjalan keluar kamar dengan menggeret koper Mamanya. Saat itu Sean tidak tahu
apakah tindakannya benar. Ia hanya tidak ingin Mamanya menangis lebih lama.
Saat itulah Sandra dan Sean pergi ke
Bandung. Meninggalkan Andrew, dan memutus semua tali silahturahmi diantara
mereka. Bahkan mereka tidak ingin repot-repot mengingat bahwa mereka pernah
mengenal Andrew. Setelah malam itu, mereka seolah melupakan kehidupan mereka di
Jakarta. Mereka pindah ke Bandung dan memulai kehidupan baru disana. Tanpa
Andrew.
***
Allune memperhatikan handphone di
tangannya. Ia tampak kesal dengan isi SMS yang baru saja datang ke handphone
bututnya itu. Ya sejak iPhonenya remuk dibanting Sean, ia belum mampu membeli
handphone baru yang sesuai dengan gayanya. Maka dengan senang hati ia
menggunakan handphone monophonic bekas Ishani.
“Sial! Gue kena revise! Harusnya besok schedule gue ke Surabaya ETD (Estimate Time
Departure) 20.20 trus kenapa dirubah jadi schedule subuh begini?” Ishani
tertawa.
“Good
news for me! Gue gak harus berebut selimut malem ini sama elo, Lunne!
Hahahha…” ledek Ishani.
“Taik! Elo tetep mau nginep disini?
Gue pulang sendiri donk berarti?” membayangkan perjalanan Bandung-Jakarta
selama 3 jam akan dihabiskannya sendiri membuatnya muak duluan.
“Yak elah, manja banget lo cong! Gue kan udah jarang pulang ke Bandung.
Gapapa donk, lagian kalo lo gak mau pulang sendiri, lo bisa ajak Tasya ke
Jakarta. Dia bakal seneng banget diajak naik mobil.”
“Oh, please jangan Tasya!” Ishani kembali terkekeh. Tasya yang mereka
bicarakan adalah seekor Labrador betina yang punya hobi naik mobil. Papa Daru
senang sekali mengajaknya berkeliling dengan mobilnya. Ia akan menyalak
kegirangan jika pintu mobil sudah dibuka dan akan mengoceh dengan berisiknya
sepanjang jalan. Anjing yang aneh.
“Besok ETD jam 5 subuh, cong! Nginepnya di Surabaya pun. Trus
besok lusanya di Singapore, terus besoknya lagi di Denpasar. Wah ini schedule
ngabisin duit namanya!” Allune bingung harus bahagia atau malah menyesal dengan
schedule revisinya ini. Sudah cukup lama ia tidak ke Denpasar, kota kesayangannya.
Namun membayangkan betapa rutenya ini akan membosankan karena ia sudah
kehabisan uang sungguh menyiksanya.
“Wah Kak Allune ke Singapore lagi?
Wisnu mau cokelat lagi ya Kak!” seru Wisnu bersemangat. Ishani menjewer Wisnu
pelan.
“Dia bokek, mau beli cokelat pake
apa? Jangankan beliin kamu cokelat, kakak gak yakin dia bisa bayar apapun walau
Cuma sepotong burger di sana. Hahahaha…” Ishani tertawa dengan puasnya. Ia
memegang perutnya saking tak tahan dengan ledekannya itu.
“Don’t
worry! Mama sudah kirim 500 juta ke rekeningmu, cukup kan?” Mama Inggit
tiba-tiba masuk ke dalam kamar mereka dan duduk di tepi tempat tidur. “Kidding, Mama kirim Rp 500.000,-
barusan. Kamu harus janji untuk lebih bisa menabung, Lunne.”
Allune mendesah. Ntah harus dengan
apa ia membalas kebaikan keluarga ini. Mama Inggit seringkali mengiriminya uang
saku. Tidak banyak memang, namun perhatian seperti ini selalu membuatnya
terharu.
“Mamaaa… Allune kan malu dikirimin
duit terus. Allune kan bukan siapa-siapa.”
Mama Inggit memegang dagu Allune dan
membelai rambut panjang Allune. “Sayang, kamu anak Mama. Kamu senang atau
tidak, kamu sudah Mama anggap anak sendiri. Jadi please anggaplah Mama selayaknya Mamamu sendiri.” Allune terharu. Ia
langsung memeluk Mama Inggit. Hangat. Ada kehangatan yang memaksa masuk ke
dadanya, sebuah perasaan asing yang sangat ia sukai. “Kamu gak mau jalan-jalan
dulu di sini sebelum pulang?”
Allune mendesah pasrah. Sebenarnya
ia ingin berada dirumah ini saja lalu kembali pulang ke Jakarta malam nanti.
Tapi siapa sih yang bisa menolak Ishani? Jika ia bertanya ‘mau ke PVJ gak ntar sore?’ sungguh itu bukanlah pertanyaan. Karena
sekalipun dijawab tidak, toh Ishani akan tetap menyeretnya kesana.
“Yahh, we’re going to PVJ. Sukurnya deket, kalo diajak ke Lembang mending
Allune bunuh diri deh.” Sindir Allune dibarengi Ishani yang kembali tertawa
puas. Ishani melirik jam dinding di kamarnya. Jam itu sudah menunjukkan pukul 2
siang tepat. Ia sedikit merapikan riasannya, siapa tau ketemu jodoh disana, batinnya.
“Yuk cong, biar gak kesorean. Eh bentar, gue panggil si Baby dulu. Dia
bisa ngambek kalo Mamanya jalan-jalan tapi gak ajak dia. Babyy!!! Come to Mama, sayang!”Ishani berkeliling
mencari anaknya. Syukurnya anjing pintar itu cepat menghampirinya.
Allune, Ishani dan Wisnu (tidak lupa
juga bersama Baby) memasuki Toyota Yariz milik Mama Inggit. Allune tidak
terlalu suka jika mobilnya harus dikotori dengan bulu Baby yang suka rontok
itu. Mama Inggit melepas kepergian mereka dengan pesan moral yang sungguh
konyol,
“Mama punya pengaman di laci mobil,
jangan digunakan kecuali terdesak! Okay? Have
fun there!”
Ishani melambaikan tangan dan
menjawab, “easy, Ma! Aku udah pake KB
kok!”
Allune memutar bola matanya, tidak
lagi heran dengan lelucon kedua Ibu dan Anak itu. Toyota Yariz yang diberi nama
Yara ini melaju pelan meninggalkan kawasan perumahan mewah di Setrasari itu. Paris Van Java, Mall terkenal di kota
kembang, Bandung ini berlokasi sangat dekat dari rumah mereka. Namun macetnya
jalanan dan susahnya mencari parkir membuat mereka menghabiskan waktu 40 menit
hingga bisa berada di dalam Mall.
“Ada tas baru yang pengen gue beli
di outlet Guess, kalian cari tempat buat makan dulu. Nanti gue nyusul! Bye!”
Ishani tiba-tiba saja melepaskan diri dari rombongan sesaat setelah mereka
berada di depan Caffe Miami Days langganan mereka. Lagi-lagi Allune tidak heran
dengan kebiasaan sahabat baiknya itu yang seringkali kalap mata kalau sudah
berada di dalam mall mewah begini.
Allune menggiring Baby dan Wisnu
duduk di smoking area Caffe Miami
Days agar ia bisa bebas menyalakan rokoknya. Ia memesans seporsi Tenderloin
Steak dengan black pepper sauce
seperti biasa. Wisnu yang punya hobi makan itu memesan potato wedges, banana ice cream, sirloin steak dan juga ice lemon tea. Bagaimana anak sekecil
Wisnu bisa menghabiskan makanan dengan porsi besar itu? Kalian harus liat tubuh
gentongnya, itu bahkan muat untuk 3 porsi makanan orang dewasa.
Allune sedang mengedarkan
pandangannya, pria-pria Bandung memang sangat menarik untuk dipandang. Lagipula
saat ini ia sedang sendiri, maksudnya tidak sedang terikat status ataupun
perasaan dengan siapapun. Dan rasanya menyebalkan sekali, ia menjadi sungguh
merasa kesepian. Namun pandangannya terusik saat ia menyadari ada sesosok pria
yang sedang mendekatinya. Pria yang saat ini sedang ia hindari. Matanya lurus
menatapnya, membuat Allune tidak berkesempatan kabur atau bahkan untuk sekedar
pura-pura memalingkan wajah.
“S-sore…” sapa Allune terbata-bata
saat pria itu sudah duduk tepat disampingnya.
“Hi, Margarita! Kamu punya hutang
laundry Jas Armani ya sama saya. Harusnya kamu gak keberatan kalau nanti saya
nebeng pulang. Karena besok kita punya schedule terbang bareng.”
“What?”
ekpresi kaget Allune tidak bisa ia sembunyikan lagi. Ia sudah cukup kaget bisa
bertemu lagi dengan Captain Arga di Bandung, dan ia mesti dikagetkan dengan
kenyataan bahwa Captain Arga merequestnya terbang bersama. 4 hari pula?
“You’re
welcome!” dengan senyum khasnya Arga malah membuat Allune semakin kesal.
Sebuah senyum jahil yang tidak pernah ia tunjukkan pada siapapun. Sebuah dering
telefon menggangu percakapan mereka. Arga berbincang sebentar dengan senyum
terkembang di bibirnya, sedetik kemudia ia mematikan telfon dan menatap Allune
penuh arti.
“So,
shall we go home? Now.”
Allune makin dibuat terkejut setelah
menyadari adanya konspirasi antara Ishani dan pria dihadapannya. Ia rasa hanya
Wisnu dan Baby yang tidak tahu apapun disini. Allune berusaha mengelak, ia
mencari-cari alasan agar tidak perlu pulang bersama Captain tampan itu.
“Ishani bentar lagi sampai kok, kamu
gak usah khawatir. Dik, ditinggal bentar gapapa kan?” Wisnu dengan patuh
mengangguk saat melihat sebatang cokelat Toblerone diletakkan diatas meja.
“Curang!” dengus Allune pelan. Ia
mengecup kening Wisnu dan berpamitan.
“Bilang sama kak Shani, Kakak gak
bakal ngijinin dia main kerumah selama sebulan kedepan! Okay, jangan kemana-mana ya Nu.”
Dan menit bberikutnya Allune
terjebak di dalam Ford Fiestanya bersama Captain tergalak yang sedang menjadi trending topic di Hawk Air. Namun tidak
seperti didengungkan, Arga terlihat sangat berbeda. Ia memperlakukan Allune
dengan manis- ia bahkan membukakan pintu mobil untuk Allune dan menawarkan diri
untuk menyetir yang tentu saja tidak ditolak oleh Allune. Arga sungguh
mengingatkannya pada Sean. Sorot matanya, kebiasaan menggosok hidungnya, bahkan
wajah tegasnya sangat mirip dengan Sean. Tidak heran saat pertemuan pertama
mereka di Skyvenue club membuat Allune merasa seolah ia dipeluk oleh lengan
kekar Kakak tirinya itu. Mereka berdua terlihat sangat mirip!
“Jadi kamu ada urusan apa di Bandung?”
Tanya Arga setelah mereka berdiam diri cukup lama.
“Liburan, Capt. Harusnya sih sampai
besok, kalau bukan karena revise sialan ini.” Allune menekankan kalimatnya
tepat di kata ‘sialan’.
“Hahaha, okay. Aku janji bakal bikin penerbangan kita 4 hari ke depan bakal
menyenangkan,” Arga terlihat sibuk memilih CD di dashbor mobil, “kamu suka lagu
The Beatles ya?”
Allune termenung. Apakah ia memang
menyukai The Beatles?
“Tidak. Tapi ia menyukainya.” Jari telunjuk Allune mengarah ke sebuah liontin
dimana foto dirinya dan Sean dipajang berdampingan. Arga menyipitkan mata,
memastikan bahwa pria di foto itu benar bukan dirinya. “Dia Kakakku, Sean. Dia
fans beratnya The Beatles, and because I
miss him, so I listen to all of their songs. Jujur aja, aku gak terlalu
suka sama lagu-lagu mereka. Tapi setiap kali aku setel lagu mereka di mobil,
aku ngerasa Kak Sean juga lagi disini dan ikut nyanyi dengan suara sumbangnya
itu. Sounds silly, but-“
“No
it’s not. It’s sweet actually. Oh ya, aku juga penikmat The Beatles, tapi
bukan fans fanatiknya. Aku juga pendengar Savage Garden, The Platters, Elton
John dan saudara sejaman mereka. Kamu harus denger lagu-lagu mereka, bagus juga
kok. Kadang lagu-lagu The Beatles itu lebih bagus waktu dinyanyiin orang lain.”
Arga memberikan sebuah tatapan lembut yang lagi-lagi mengingatkan Allune pada
Sean.
“Stop
doing that.” Kata Allune pelan. Ia merasa tenang sekaligus tersiksa dengan
tatapan itu. Arga menepikan mobilnya, ia memandang lurus kedua bola mata Allune
dan mencium bibir gadis itu. Lembut. Sangat lembut, hingga Allune tak merasa
kaget dan tidak kuasa menolak bibir tipis dan basah Arga yang sudah lebih dulu
melumatnya.
“Doing
what? This?” Telapak tangan Arga dengan lancang menelusuri buah dada Allune
dan dengan gerakan cepat ia berhasil membuka bra wanita dihadapannya. Jenis bra
favorit pria dengan mata kancing di bagian depan, sebuah isyarat untuk dibuka
secepatnya. Allune mendesah ketika sebuah kehangatan mampir diputingnya yang
sudah lebih dulu berdiri meminta lebih. Kenyamanan itu hanya sebentar karena
ketika Arga sedang asik mengecup buah dadanya, sebuah dering telfon
mengembalikan mereka ke dunia nyata.
‘Hey
Jude… Don’t be afraid. Sing a sad song and make it better~’
“Yak hallo… Benar. Okay, thankyou!”
Arga mematikan telfonnya dengan kesal. “Yep, thankyou for ruin my day! Scheduling sialan. Jelas-jelas gue yang
request schedule ini, kenapa harus dikonfirmasi lagi? Di saat yang tidak tepat
pula!” Arga kembali menstater mobil bersiap melajukan mobil. Allune menatapnya
lekat-lekat, baru tersadar akan apa yang terjadi beberapa saat lalu. Ia berciuman? Sebuah ciuman yang jauh
lebih mengairahkan dibanding pengalaman sex
bersama beberapa pria dihidupnya. Namun kenapa ada sedikit perasaan sedih di
sudut hatinya? Sebuah pedih yang memaksa airmatanya jatuh.
‘Gawat!
Swing mood gue kambuh!’ seru Allune dalam hatinya. Ia buru-buru
mengobrak-abrik laci mobil, mencari anti-depresant yang bisa meredakan fase
depresinya. Percuma, ia sudah menghentikan agenda theraphy bersama Dokter Bambang,
obat-obatannya sudah habis dari kapan hari. Ditengah kepanikannya, Arga
menggenggam tangan Allune lembut, dan lagi-lagi memberikan tatapan menenangkan
yang sebelumnya hanya bisa diberikan oleh Sean.
“I
have a song for you.” Arga memilih lagu di iPodnya dan membiarkan sebuah
tembang romantis berkumandang ditengah-tengah mereka.
“Allune, I’m truly, madly, deeply in love with you.”
Sesuai judul lagu tersebut, Arga
menyuarakan isi hatinya. Allune tidak 100% yakin akan jawabannya, tapi toh ia
tetap berkata ”me too.”
-to be continued
Komentar