CERBUNG : Mengejar Langit 4
Aku merapikan pinggiran rok yang
kali ini kugunakan. Pinjaman Radinna yang sebelumnya ia gunakan saat tanda
tangan kontrak dimaskapainya.
“Mudah-mudahan rok ini bisa
membawamu hingga tanda tangan kontrak yah! Ingat janji kita, kita akan terbang
di langit yang sama, meskipun di sangkar yang berbeda,” pesannya. Ah, anak itu
memang seorang drama-queen yang
hobinya mendramatisir keadaan.
Namaku dipanggil. Kali ini aku
mengikuti perekrutan di maskapai Air Asiana. Kali ini aku benar-benar berdandan
pol-polan karena di persyaratan perekrutan memang diwajibkan untuk berdandan ‘sehebring’
mungkin. Aku merasa, dari sekian maskapai di Indonesia, sepertinya Air Asiana
adalah maskapai yang tepat untuk seseorang yang sporty sepertiku. Setidaknya
begitulah yang diceritakan Radinna, karena sebenarnya ia pun ingin bergabung di
maskapai ini. Hanya aja karena ikatan kontrak dimaskapainya sekarang, ia belum
bisa mewujudkan keinginannya.
Berat badanku ditimbang dan
tinggiku diukur. Aku gagal ditempat karena dinyatakan over weight.
Sepengetahuanku, over weight adalah sebutan halus untuk orang-orang gendut.
Tapi pada awak kabin, kelebihan 3 kilo keatas dari berat badan ideal aja bisa
disebut over weight!!! Betapa kejamnya!
Aku tidak langsung pulang. Aku
menunggu di terminal 1a bandara Soekarno-Hatta, aku berencana pulang bersama
pacar Radinna yang kebetulan baru pulang terbang. Aku menunggu sembari melihat
beberapa pramugari berlalu lalang. Ada yang terlihat angkuh, ada yang terlihat
datar, ada juga yang terlihat ramah. Meski berbeda ekspresi, mereka punya satu
kesamaan. Mereka sama-sama cantik dan sama-sama menjadi pusat perhatian
dibandara.
“Hei, habis perekrutan yah?
Gimana?” seorang gadis yang sama sekali tidak kukenal.
“Maaf, siapa-“
“Aku habis ikut perekrutan juga,
sama kayak kamu. Di Air Asiana kan?”
“Iya nih. Mm, Ratna,” aku
menjulurkan tangan.
“Ellen. Panggil El aja lah. Kamu
mau pulang kemana?”
“Ah, aku lagi nunggu pacar
temenku. Aku dianter dia, ke Jakarta Pusat. Aku perantauan disini, masih belum
tahu apapun tentang Jakarta,” El terkekeh. Ia cantik sekali. Rambutnya berwarna
coklat keemasan yang panjang sepunggung.
“Aku juga perantauan 2 tahun
lalu. Tapi baru kali ini kepikiran buat jadi pramugari. Kamu Jakarta Pusat
mana? Mau naik taksi bareng gak?” tawarnya ramah. Aku menggeleng.
“Makasih El, tapi aku gak punya
duit. Lagian aku udah janji sama Willy, pacarnya temenku itu,” kami lanjut
berbincang-bincang hingga setengah jam kemudian. Ia baik sekali, mau menemaniku
hingga Rendra datang.
“Nah! Itu dia Willy datang. Kamu
mau bareng kita mungkin? Kan sama-sama di Jakarta Pusat, sayang duit buat naik
taksi.”
“Wah, boleh banget! Kalo yang
punya mobil gak keberatan sih,” El melemparkan pandangannya kepada Willy. Ah,
dasar buaya! Dari awal ntah kenapa aku tidak menyukainya. Meskipun ia baik,
rela menjadi supir pasangannya, tapi matanya suka jelalatan. Ntahlah, karena
aku baru mengenalnya dan juga mengenal Radinna, aku tidak enak untuk
memberitahukan pengamatanku kepada Radinna.
“Boleh donk. Yuk, gue bawa mobil
sendiri kok hari ini.”
Sepanjang perjalanan mereka
terlihat akrab sekali. Aku yang duduk dibangku depan serasa kambing congek.
“Jadi elo pilot, Wil? Kok gak
keliatan sih?” tanya El bernada genit. Ahh, kenapa kubiarkan orang asing ini
ikut dengan kami?
“Iya, bar dan topi gue simpen aja,
gak mau pamer gue orangnya!”
‘Ah, bullshit! Buktinya daritadi lo ngomongin harta kekayaan elo,
sekolah pilot elo yang ngehabisin duit ratusan juta. Bangke!’
“Sayang
banget, orang kaya elo udah punya anjingnya. Kalo belum, bisa keleees kita
jadian! Hahahaha…”
MASYAALLAH!
“Astaga
El, Willy tuh cowoknya temen aku! Kalo
mau cari pacar, cari yang masih single!” seruku gemas.
“Ck, udah Rat. Dia bercanda
doank kali, lo gak usah gawat gitu. Orang Jakarta emang kaya gini, bercandanya
ya begini. Jangan dibawa-bawa kekampungan elo disini.”
“Astagfirullah, Willy. Yasudah!
Terserahmu!” aku memalingkan wajahku. Mobil langsung sepi. Willy mengantarku
lebih dulu, ntah tujuannya apa. Mungkin agar proses PDKT dengan El bisa lancar
tanpaku. Aku tidak peduli.
“Hey Rat, gue bisa minta pin BB
lo gak? Siapa tau next time kita bisa perekrutan bareng.”
Aku termenung. Awal pertemuanku
dan El kurang menyenangkan, malah aku boleh jujur, aku tidak menyukainya. Tapi
tidak ada salahnya kalau hanya untuk urusan perekrutan. Siapa tahu aku bisa
mendapat informasi lain darinya.
“Aku gak pake BB. Ini no hp aku,
085-792…” aku mengeja nomor hpku.
Akhirnya mobil itu berlalu dari
hadapanku. Sepertinya aku harus mengabari Radinna tentang kejadian siang tadi.
Komentar