CERBUNG : Mengejar Langit 6
Aku merapikan
dandananku yang sebenarnya sudah sangat sempurna, Aku tidak pernah bedandan
‘selengkap’ ini. Bulumata, shading, nose line, ah… Dan bahkan rambutku pun
berwarna coklat gelap. Ya, El menganjurkan aku untuk mewarnainya, agar rambut
panjangku terlihat lebih eksotis katanya. Awalnya aku belum terbiasa dengan
penampilan baruku. Namun seiring waku, aku menikmati perhatian beberapa pria
yang El kenalkan kepadaku. Aku menikmati diriku yang baru, yang cantik, yang
menarik perhatian lelaki. Ternyata begini rasanya menjadi cantik.
“Ehm!” aku dikejutkan oleh suara
berat dibelakangku. Ternyata ada seorang lelaki paruh baya bertubuh tambun
mendekatiku. ‘Ah, calon pembeli!’
pikirku semangat. Bayanganku sudah penuh dengan uang bonus yang akan kudapatkan
nantinya kalau berhasil menjual 1 mobil.
“Selamat sore Bapak. Mari Pak,
saya jelaskan mobil Ford keluaran terbaru yang sepertinya cocok dengan
Bapak,” bujukku hangat. Sungguh aku
tidak menyangka, Bapak buncit ini akan mengatakan kalimat itu kepadaku.
“Berapa semalem?”
“Maaf?”
“Berapa tariff kamu? Mau nego
dulu lah!” jelasnya dengan logat Batak yang kental. TAnganku serasa ingin
melayang ke pipi Bapak ini. BAJINGAN JANGKRIK!!!!
“Tolong dijaga perkataan anda!
Saya bukan-“ aku belum semat menyelesaikan kalimatku dan Bapak itu sudah
berlalu dan menghampiri SPG lain bernama Dian. Seseorang menepuk tanganku dari
belakang.
“Memang begitu, Rat. Tidak usah
kau jelaskan dengan marh-marah, para bajingan modus seperti mereka akan pergi
dengan sendirinya. Tolak halus saja. Mereka yang tidak punya banyak uang, malas
membuang waktu biasanya. Hanya mencari SPG yang bisa ia pakai semalam dengan
harga yang terjangkau dompet mereka. Beda dengan bos-bos besar, ia akan terus
berusaha mendapatkan kita. Kalau kita menolak, biasanya ia akan menghubungi
agen SPG kita, Mbak Tracy, untuk bisa membantunya. Uang bukan masalah baginya,”
jelas Lea panjang lebar.
“Sepertinya kamu paham benar,
Lea. Terima kasih infonya ya. Lain kali aku akan menolak dengan halus,” jawabku
tulus.
“Hahaha.. tentu saja gue hapal.
Gue satu dari mereka yang biasa di pakai. Oleh bos-bos besar tentunya. Gue gak
level main sama teri. Gue suka paus orca, asal bukan hiu. Hahahhaha…”
Glek. Aku tidak bisa berkomentar
kali ini.
***
“Besok aku mau ikut perekrutan
lagi di Dirgantara. Doakan aku ya, Din. Omong-omong, sudah sebulan lebih kita
tidak bertemu. Ayolah main ke apartment!”
“Oh, apartment temenmu yang
pecun itu?” Dinna rupanya masih agak dendam dengan cerita El yang merebut Willy
darinya.
“Dinna, sudahlah… Ini
apartmentku juga kok. Selama El training kan aku yang membayar sewa dan biaya
listrik-airnya. Aku butuh kamu untuk persiapan besok,” ada sedikit jeda di
telefon sebelum akhirnya Dinna menghela nafas dan menjawab.
“Oke. Besok gue kebetulan libur.
Biar gue temenin sekalian ke kantor buat perekrutan. Lagipula, gue mau cerita
banyak nih. Salah satunya, gue baru aja jadian sama Ardha! Kali ini gue
pastikan bukan bajingan murahan ataupun penipu ulung seperti Willy. Gue udah
dateng ke rumahnya dan dikenalin sama keluarganya. Dan mereka nerima gue dengan
baik karena sesama orang Bali. Ah, akhirnya setelah dikasih ujian berupa Willy,
Tuhan ngasi cowok sekeren Ardha. Gue gak sabar ngenalin elo ke Ardha…” dinna
berhenti sejenak. “Eh, ga jadi deh. Kapan-kapan aja gue ngenalinnya. Pokoknya
lo doain gue ya! Gue males gonta-ganti pacar! Apalagi Ardha baiiikkkk banget!”
“Ah, sahabatku satu ini sedang
jatuh cinta rupanya. Ya sudahlah, aku pasti doakan yangterbaik untukmu, Din. By the way, aku juga mau ngenalin kamu
ke temen aku. Namanya Gino. Dia juga orang Bali. Dikenalin El pas kemarin
clubbing. Tapi yah, Cuma temen kok. Males aku ngelanjutin kalo awalnya udah
beda agama.”
“Hh, sayang sekali. Ya sudah,
besok kita lanjut curcol lagi yah! I’m
gonna sleep now. Bye Ratna.” KLIK. Telfon ditutup tanpa aku sempat membalas
ucapan selamat malamnya.
‘Bye Dinna.’
Komentar
www.lightofasma.blogspot.com