Tips Membangun Komunikasi Yang Baik Dengan Anak

Cara kita berkomunikasi antara sama pasangan dan sama anak pastinya beda dong yaa. Topik obrolannya pun pasti berbeda, sesuai stage umur mereka. Gak mungkin kan kita ngebahas pasar saham dan obligasi ke toddler 3 tahun? Gak mungkin juga kita ngobrol sama mereka dengan bahasa formal dan gesture kaku, yang ada mereka ketiduran saking bosennya. Nah jadi menurutku penting banget untuk kita ketahui, tips membangun komunikasi yang baik pada anak sejak dini. Makanya aku memilih topik ini untuk dibahas, tapi harap diingat, apa yang aku bahas di sini berdasar informasi yang aku baca dan juga hasil pemikiranku sendiri. Sama sekali ga ada maksud untuk sok menggurui, wong aku penganut paham bahwa GAK ADA metode parenting yang benar ataupun salah. Semua metode yang paling sesuai dengan kemampuan kita sebagai orangtua dan paling cocok dengan karakter anak kita ADALAH YANG TERBAIK.
1. Luangkan waktu yang berkualitas
Aku dulu salah kaprah berpikir saat jadi fulltime IRT dan bener-bener fokus ngurus anak berarti aku sudah menjadi ibu yang baik. Aku juga berpikir karena mengurus anak begitu banyak menyita waktu dan energi, aku ga akan bisa punya kegiatan lain di luar anak. Tapi saat melihat ibu lain yang bekerja kantoran dan hanya bertemu anak di malam hari tapi tetap bisa mengurus anak dengan baik, aku sadar kalau kuncinya bukan hanya di durasi, tapi di quality dan support system. In fact, anak-anak gak pernah minta 24 jam kita lho. Buat apa kita standby 24 jam di rumah tapi mata nyantol di akun gossip dan ghibahin artis? The point is, 24 jam kita di rumah yang gak berkualitas, akan gak ada artinya dibanding 1 jam berkualitas sama anak-anak. Saat mengelola Bali Belly, bisa dibilang aku banyak abai tentang anak. Kepalaku terlalu stress sama omzet yang suka di bawah target. Tapi waktu Akira batuk sampai muntah-muntah dan sesak nafas, aku langsung nangis tiap malam. Kaya nyesel banget gitu sering gak nanggepin permintaan dia buat main bareng. Semenjak itu aku jadi makin sering luangin waktu buat mendongeng, salah satu kegiatan orangtua-anak low budget yang menurutku dan beberapa pakar parenting adalah kegiatan berkualitas yang baik untuk membangun karakter anak. Waktu berkualitas yang kita luangkan ke anak akan membuat anak-anak ini nyaman Bersama kita. Rasa nyaman ini juga yang nantinya akan memicu keterbukaan anak pada kita.
2. Beri Anak Kesempatan Bicara dan Belajar Mendengar Keinginan Anak
Siapa bilang karena kita adalah orangtua, kita berhak mengatur SEMUA hal dalam hidup anak kita? Komunikasi yang baik harus terjadi dua arah, jadi jika kita ingin didengar oleh anak kita, ada baiknya kita juga belajar mendengar keinginan mereka. Bukan berarti kita harus mengiyakan segala keinginannya, tapi kita bisa mendengar dan berdiskusi, ketimbang langsung berkata TIDAK. Salah satu contoh yang saat ini sedang terjadi, Akira dan Gending ternyata sudah mulai punya gaya fashion-nya sendiri. Mereka sudah bisa memilih ingin pakai baju apa dan menolak jika pilihan bajuku gak sesuai sama keinginan mereka. Kadang memang ngerepotin ya, bayangin aja diajak liburan pengennya pakai daster. Tapi aku belajar untuk mendengar keinginannya dan menanyakan pendapat mereka. “Kenapa maunya pakai daster? Kan kalau di rumah udah selalu pakai daster?” “Biar gak panas, Bu. Kan di pantai hot.” “Oke, gimana kalau dasternya tetep dibawa tapi dipakai pas bobo di hotel, nah buat pergi kita pakai tank top sama celana pendek aja?” Bhaiiiikkkk! Karena bahan daster anak yang mereka sering pakai memang adem sih ya, wajar banget mereka pengen pakai terus biar ga kepanasan. Kadang aku juga suka iseng pilih baju yang modelnya lucu tapi gak peduli kalau mereka ga nyaman, entah kepanasan atau bahannya memang ga enak untuk mereka. Bahkan saat kita gak setuju dengan permintaan mereka, setidaknya dengan ngasih mereka kesempatan bicara dan kita jadi pendengar baik bagi mereka, itu saja udah cukup untuk membangun fondasi komunikasi yang baik pada anak.
3. Ajak Anak Terbuka Dengan Perasaannya
Beberapa pakar parenting menyarankan orangtua untuk tidak membagi masalah keluarga kepada anak-anak agar mereka tidak tertekan. Tapi menurutku pribadi, di usia yang tepat, anak tetap HARUS dilibatkan, meski bukan sebagai pengambil keputusan, tapi mereka berhak tau ada kejadian apa di keluarganya. Saat ini Akira dan Gending memang belum paham dengan apa yang sebenarnya terjadi pada orangtuanya, namun aku berencana akan tetap memberitahu mereka suatu saat nanti. Beberapa kali aku menangis di depan mereka, Gending memang masih cuek, tapi Akira udah bisa nunjukin rasa simpati dengan menghapus airmata dan memelukku. Ini sangat menyentuh. Aku selalu mencium keningnya dan mengatakan apa yang membuatku sedih. “Ibu sedih, masih belum puas main sama Kakak tapi udah harus balik ke Tangerang. Tapi ibu janji nanti pasti pulang lagi, kita main dan liburan lagi.” Membagi perasaan kita sebagai orangtua membuat anak merasa dipercaya dan nyaman untuk melakukan hal yang sama. Entah saat ia putus cinta, marah dengan temannya, kecewa dengan guru di sekolahnya, dan masih banyak lagi. Aku percaya, cara terbaik agar anak mau membagi perasaannya adalah dengan membiasakan membagi perasaan kita lebih dulu. Anak adalah peniru handal, bener kan?
4. Jangan Merespons Negative Saat Anak Berusaha Terbuka
Pasti kalian sering mendengar kasus anak bunuh diri karena hamil di luar nikah, kan? Menurutku itu terjadi karena kurangnya keterbukaan antara orangtua dengan anak. Mereka terlalu takut dengan emosi negative kita saat tahu kalau mereka membuat kesalahan. Sebenarnya ini bisa diatasi dengan membangun komunikasi yang baik dengan anak sejak dini dan merespons keterbukaan mereka dengan baik. Baik bukan berarti :
“Ma, aku udah gak perawan.”
“Baik….baik… Teruskan nak!”
Baik yang aku maksud adalah merespons dengan kepala dingin dan tanpa emosi berlebihan. Hindari juga silent treatment yang menjadikan anak tidak nyaman lagi terbuka dengan orangtuanya. Misalnya :
“Ma, aku udah gak perawan.”
“Nak, jujur Mama kecewa. Harusnya kamu cerita ke Mama, sebelum kamu mutusin itu, bukan setelah kejadian. Jadi Mama bisa sharing insight lain supaya kamu ga terburu-buru ngasih keperawanan kamu. Tapi nasi udah jadi bubur. Mama ga marah, Mama hanya kecewa. Mama harap kamu gak bikin Mama makin kecewa dan merasa gagal menjadi orangtua dengan hal-hal lain sejenisnya. Cerita dulu ke Mama sebelum kamu memutuskan sesuatu, Mama sangat terbuka dengan apapun. Kamu tau kan?”
Nah respons ini memilik impact yang berbeda lho ke anak ketimbang kita langsung ngamuk kaya hulk dan ngumpat-ngumpat anak dengan Bahasa yang kasar. Respons yang tidak emosional seperti yang aku sebut di atas akan tetap membuat anak merasa bersalah, namun mereka jadi semakin yakin untuk membagikan rahasia-rahasianya kepada kita. Karena kita bisa menanggapinya tanpa banyak menghakimi mereka dan masih tetap memberi mereka kesempatan untuk memperbaikinya. Baiklah, itu dia tips membangun komunikasi yang baik pada anak. Gak pernah ada kata terlambat lho, yuk kita coba pelan-pelan dimulai dari sekarang ya!

Komentar

darmawan dika mengatakan…
wah keren nih thankyou infonya ahhahahaha btw pas corona gini gue jd main game aja cuy di rmh ahahhahah, tp gue lg ke hook banget nih sama ni game www.Econw.co cobain dah cuy seru bet dah jamin ahahhahahah

Postingan Populer