CAPAS : Wedding Ceremony Or Wedding Party?
Banyak yang
ngira, gue akan mengadakan pesta pernikahan besar-besara. Mungkin karena status
pekerjaan gue sebagai pramugari dan status pasangan gue sebagai pilot. Tapi
percayalah, kami tidak melakukannya. Memang awalnya berat, tapi setelah
dipikir-pikir, mengadakan pesta pernikahan bukanlah tindakan bijak saat ini.
Keluarga
gue masih memiliki hutang di Bank. Maherda masih memiliki cicilan mobil dan
juga sekolah pilotnya. Kami sempat berencana untuk mengadakan pesta, sempat merasakan
pusingnya kesana kemari cari gedung pernikahan, cari catering, wah banyak deh. Seru
banget! Tapi setelah kami pikir-pikir dengan matang dan mempertimbangkan banyak
hal, ya akhirnya kita memutuskan untuk membatalkannya. Bukan membatalkan pernikahan,
tapi pestanya. Ya, akhirnya kami hanya melakukan pernikahan dengan adat Bali
dan akad nikah yang sangat sederhana. Tidak ada gedung pesta, tidak ada ribuan
undangan, bahkan foto pra-wedding pun tidak.
Gue pribadi
sadar, pernikahan itu dua pihak. Biayanya pun seharusnya ditanggung dua pihak
tersebut. Tapi kondisi gue, sangat tidak memungkinkan untuk mengadakan pesta
pernikahan impian gue. gue hitung secara kasar, biaya total pesta dengan 400
undangan (dimana itu berarti untuk 800 orang) menghabiskan dana 170 juta. ITU
DUIT SEMUA!!! Fakmen, gue langsung angkat tangan. Kondisi gue saat ‘berkecukupan’
bukannya ‘berlebihan’. Masih banyak yang bisa gue wujudkan dengan duit sebanyak
itu. Memperbaiki rumah gue, tempat sembahyang di rumah gue, beliin mobil baru
buat orangtua gue, beli mobil buat gue… ah, masih banyak banget!
Kalau gue
mau egois, gue bisa membebankan semua biaya kepada Maherda. Tapi sayangnya, gue
bukan tipikal orang seperti itu. Gak heran, banyak senior yang suka mencibir
bilang gue bego, bodoh, gak bisa manfaatin cowok hanya karena gue gak terlihat
menenteng handphone mahal ataupun perhiasan mewah pemberian pacar gue. Gue gak
punya karena gue gak minta. Dan gue gak terlahir di keluarga yang membiasakan
anak mereka untuk memanfaatkan orang lain. Gue dibesarkan untuk menjadi wanita
yang mandiri, bukan yang bergantung dengan lelaki. Meskipun kadang gue masih
sering dijajanin ini-itu di tempat yang cukup mahal, gak jarang juga gue makan
di pinggiran jalan. Dan gak jarang pula gue ikut patungan.
Intinya,
merayakan pesta ataupun engga, itu tergantung sama pendapat dan kondisi ekonomi
elo. Bisa aja sih berpendapat menikah itu hanya sekali, dan ingin dipestakan
semegah mungkin. Tapi ya itu pendapat kalian. Kalo gue, tentu lebih utamakan wedding ceremony daripada wedding party. Doakan aja rejeki gue
lancar, jadi gue bisa menaikkan taraf hidup gue dan keluarga, dari yang
berkecukupan menjadi ‘berlebihan’.
Komentar
Keren, nih, sehari 2 postingan. Produktif banget hahah
btw, nikah emang pesta nya gak penting. :D
yang penting ya arti dari nikah nya sendiri. :)
ah, berasa domba betina aja dibilang produktif. -_-
sukses terus buat kalian berdua, pasangan paporit gue nih....
Bikin pesta besar itu cuman budaya prestise yang gak perlu ditiru,..
Yang penting Awet dan Langgeng....
Amiieen..
Ditunggu undangannnya yach.......
Thanks...
Hari gini kok ya ada yang mau gak pesta wedding, gue dulu gitu...dan bini gue sama mikirnya kaya kamu,wedding kan START line, bukan finish line.
Gak biasa tangannya menhadap keatas, gk mau ngrepotin orang, mudah2an dia merasa bahagia sama gue yaa...hehehe...SALUT dan keep it up, begitu juga ke anak2 nantinya yaa....
R.Joe
@hidayahsari