A Prologue
Hai! Gue Dinna Ketut. Setidaknya gue
ingin kalian mengenal gue sebagai ‘Dinna Ketut’. Dinna dari nama panjang gue,
dan Ketut dari nama Bali gue.
Gue saat ini adalah seorang
pramugalau, alias pramugari yang doyan ngegalau. Gue saat ini bekerja di salah satu
maskapai swasta terbesar di Indonesia sejak Januari 2012 lalu. Gue sebenernya
gak pernah mencita-citakan pekerjaan ini. Jadi, mari kita flashback ke masa-masa SMA gue.
Kelas 1 SMA, gue hanyalah anak
ababil biasa yang ga punya hobby tetap. Ekskul gue selalu ganti tiap
triwulannya. Gue pernah masuk bulu tangkis, gue pernah jadi anak basket, ekskul
tari bali dan modern dance, gue juga pernah masuk tim mading sekolah. Gak lupa,
gue pernah menjadi anggota tim gerak jalan 17 Kilometer dewasa putri mewakili SMA
N 1 Singaraja, sekolah kebanggaan gue.
Masuk kelas 2 SMA, gue melamar di
salah satu radio komersil di kota gue sebagai penyiar. Awalnya gue sempat
ditolak di salah satu radio karena gue masih pelajar, tapi gue pantang
menyerah. Akhirnya gue diterima di radio lainnya yang kebetulan lokasinya cukup
dekat dengan rumah gue. Dimulailah petualangan gue sebagai penyiar centil
termuda di Singaraja dengan nama udara Ayunnas Chandria.
Gak cukup dengan bersiaran, gue
mulai menemukan kesenangan lain di dunia teater. Gue masuk ekskul teater dan
perlahan menunjukkan bakat terpendam gue. Awalnya gue emang mendapat peran
figuran, tapi karena berhasil membawakannya dengan baik, gue mendapat
kesempatan menjadi salah satu pemeran utama. Melihat acting gue yang dinilai cukup potensial, pelatih gue (Mbok Yaz)
mulai mempercayakan sebuah lomba ke gue. Ya, gue saat itu bertindak sebagai
penulis naskah, sutradara dan sekaligus pemeran utama. Dan gue menyabet dua
kategori sekaligus, sebagai sutradara sekaligus pemeran utama wanita terbaik.
Gue mulai sibuk dengan dunia baru
gue, teater. Gue mulai mengikuti berbagai lomba dan menyumbangkan beberapa
piala ke sekolah. Gelar siswi ‘bengal’ sempat berubah menjadi siswi
berprestasi. Karena gak lama, gue berhasil membawa nama sekolah gue di
Indonesia setelah film pendek garapan gue yang berjudul ‘Regenerasi Penari’
menjadi juara 2 di festival film pendek yang diselenggarakan RRI pusat.
Lagi-lagi gue menulis naskah, rangkap sutradara, editor dan sekaligus pemeran
utama.
Lambat laun, gue memberi kesempatan
adik-adik kelas gue untuk meneruskan langkah gue tersebut. Gue mundur dari ‘acting’ dan fokus menulis naskah-naskah
teater dan menyutradarai pementasan demi pementasan. Disanalah awal gue
mencintai dunia tulis-menulis. Gue bisa menghabiskan berjam-jam di depan laptop
untuk membuat karya tulis.
Penulis menjadi cita-cita gue sejak
saat itu. Kalaupun gue banting setir menjadi pramugari, toh gue bisa tetap
meneruskan hobby gue menulis disela-sela schedule
terbang gue. Gue bahkan memiliki banyak banget cerita-cerita untuk ditulis
dan dibagi kepada orang lain.
Kelas 3 SMA adalah masa tergalau gue sebagai remaja
alay. Temen-temen gue udah ada pegangan, atau paling engga tujuan buat lanjutin
masa depannya. Ada yang udah keterima di UI, UGM, ITB, ITS dan kampus-kampus
ternama lainnya. Ada juga yang udah ngelamar di kampus yang gak punya nama,
demi gengsi, yang penting doski jadi anak kuliahan, sebodo deh seminggu jadwal
kuliahnya Cuma sejam, yang penting judulnya kuliah. Bahkan ada yang udah nikah
sebelom kita semua dapet ijazah. Gue malah stuck sendirian, ga tau mesti
ngapain. Keinginan sih ada, perfilman. Tapi gue sadar lah ya, biaya kuliah
disana ga murah. Gue gak pernah mau ngebebanin orangtua. Gue gak pernah minta
dari mulai uang saku, kendaraan pribadi, handphone sampe laptop ke orangtua.
Gue sadar, gue gak ngebanggain mereka kaya kedua abang gue. Gue Cuma anak cewek
bengal yang mungkin malah nyusahin mereka aja tiap bulan kudu ngirim mereka
mampir ke sekolah buat temu kangen sama Kepsek gue. Jadi gue gak pernah mau
ngerepotin mereka untuk urusan biaya atau kebutuhan-kebutuhan sekunder lainnya.
Then,
one day orangtua nanya juga prihal masa depan bangku kuliah gue yang
agaknya suram itu. Tentu aja gue kelabakan. Gue tau cepet atau lambat, orangtua
bakal mempertanyakan nasib bangku kuliah gue.
Tapi gue belum siap sedikitpun buat jawabannya. Jadi gue Cuma diem
sambil pasang muka ‘bunuh aja gue, Maakk!!!’ Seperti yang gue tebak, emak gue
ngasi jalan keluar, “gimana kalo kamu lanjut ke IPDN aja?”
JDEERRR!!! Lo tau IPDN kan? Institut
Pemerintahan Dalam Negeri. Sekolah yang terkenal sama aksi pembantaiannya.
Pertama, gue pikir emak gue udah segitu hopeless
sama gue, jadi pengen gue mati dalam damai di sana. Next, gue mikir, gak mungkin lah orangtua gue setega itu. Kalo
mereka emang mau gue mati, mereka tinggal hapus semua data di laptop gue, dan
gue bakal dengan senang hati gantung diri di depan mereka. Jadi gue pikirin
alasan lain yang bikin ortu gue tega nawarin IPDN sebagai jalan keluar. Gue
pikir, mungkin karena orangtua ngeliat tingkah gue yang cowok abis, mungkin
karena biaya sekolahnya gratis, mungkin karena setelah lulus dari sana gue gak
perlu rempong cari kerja karena emang udah ikatan dinas. Banyak kemungkinan,
tapi gue gak pernah berani nanya alasan yang sebenernya karena gue takut.
Sumpah gue takut kalo ternyata emang bener mereka ngirim gue kesana buat
nyingkirin gue dari daftar nama di kartu keluarga mereka. #lebay sorry.
Tapi akhirnya gue mengiyakan tawaran
Emak gue. Secara, gue gak punya pilihan lain. Dan lagipula, gue pengen bikin
orangtua gue bangga. Gue mulai aktif ngegym, semangat ’45 buat persiapan ke
IPDN. Singkat cerita, gue mulai ikutan tahap awal dari seleksi Praja baru IPDN,
psikotest. Karena gue masih waras, wajarlah ya gue lolos ke tahap berikutnya.
Tes kesehatan juga gue lolos karena gue emang bebas rokok dan minuman
berakohol. #ehemm
Masalah muncul justru ketika
detik-detik menuju tes baris-berbaris. Gue makin banyak denger cerita-cerita
system kuliah disana, punishment yang bakal diberikan ke praja-praja yang
melanggar, dan banyak lagi. Gue mulai jiper dan mikir-mikir ulang, sampe
akhirnya gue mutusin buat ngomong ke Ibu, gue gak siap. Gak siap dan gak minat
lagi lebih tepatnya. Sebagai Ibu yang demokratis dan menjunjung tinggi suara
rakyat, Ibu ngijinin gue kuliah, dimanapun gue mau.
Masalahnya adalah, kampus tujuan gue
udah penutupan buat daftar ulang. Good!
Gue ga mau kuliah di kampus swasta ga jelas, tapi gue juga ga mau nganggur
setahun nunggu tahun ajaran baru. Gue ga mau diospek sama temen gue sendiri,
tengsin gila! Lagipula, libur semester yang Cuma beberapa minggu aja, otak gue
kering kerontang saking ga pernah dipake. Apalagi nganggur setahun? Udah ada
sarang laba-labanya kali tuh otak gue.
Gue depresi berat. Tapi gue mikir,
stress ga bakal ngasi solusi buat masalah gue. Tiba-tiba aja gue inget sama Kak
Andy, abangnya temen gue yang jadi pramugara. ‘Aha! Kenapa gue gak coba jadi
pramugari aja?’ pikir gue PD. Akhirnya gue cari info, dan gue coba ngelamar ke
sekolah tempat Abang temen gue itu dulunya sekolah. Dan taraaa!! Bukan sulap,
bukan sihir, gue keterima sekolah disana. Okeh, kita ga sebut merk. Yang jelas,
itu semacam sekolah Pramugari/A yang cukup ternama di Jogjakarta.
Selama menganggur menunggu waktu
pendidikan di Jogja, gue melamar sebagai kasir di salah satu lokasi latihan
futsal di Singaraja. Selain bisa nambah-nambah uang tabungan, gue juga bisa
menghabiskan waktu untuk belajar berinteraksi dengan orang-orang baru. Belajar melayani. Selama masa
jadi kasir itu, gue punya Bos yang baik banget, dan anak Bos yang baik tapi
rada genit. Mereka menganggap gue sebagai bagian dari keluarga. Gue bahkan
pernah membantu mereka mengungkap adanya kasir lain yang suka mencurangi
penghasilan sewa tempat futsal. Gue pun di kenal sebagai karyawati yang jujur
dan rajin bekerja. Keakraban gue dengan para security dan office boy membuat
gue belajar banyak hal baru tentang kejamnya dunia pekerjaan. Saling
menjatuhkan sesama rekan kerja bukanlah hal yang aneh.
Dan akhirnya, setelah 2 bulan
menunggu, waktu pelatihan dimulai! Gue berangkat dengan diantar semua keluarga
gue. Kita menempuh jalur darat dengan menggunakan mobil kakak pertama gue.
Perjalanan 2 hari satu malam itu adalah awal dari sebuah petualangan baru gue.
Awal dari segala cerita-cerita gue yang nantinya akan gue bagi kepada kalian.
Banyak kejadian lucu, kejadian menyenangkan sampai yang mengenaskan selama gue
menjadi junior hingga akhirnya jadi senior nanggung gue tulis di notes FB dan
gue bikin di status. Untuk kepentingan bersama dan keselamatan hidup gue
tentunya, beberapa nama harus gue palsukan. Dengan mencurahkan isi hati gue
dalam bentuk notes, gue sama sekali
tidak berniat untuk menjelekkan siapapun. Namanya juga berbagi pengalaman,
mudah-mudahan tidak ada pihak-pihak yang ngerasa ‘kesenggol’ nantinya.
Baiklah, cukup sekian sepatah-dua
patah-dan berpatah-patah kata dari gue tentang sejarah hidup gue. Semoga
menghibur, dan selamat menikmati cerita selanjutnya.
Komentar
Gue baru tau ternyata lo sempet jadi kasir di salah satu tempat latihan futsal, eh endingnya jadi pramugari hahaha.
pengalamannya seru - seru yaaa...
wow hebat yah profesi sbg pramugari, seru bisa terbang kesana kesini hahaha