Cerita Pendek : Amplop Kosong

         Nining menyalami pasangan pengantin baru yang tengah menebar senyum ke seluruh tamu undangan. Sang pengantin perempuan, Ratri,  adalah teman seangkatan SMA-nya dulu yang bahkan (seingat Nining) tidak pernah mengobrol dengannya semasa sekolah. Sementara Raharjo, suami Ratri adalah kakak kelas mereka yang dulu pernah mengejar-ngejar Nining semasa MOS. Semua murid, bahkan guru-guru hingga ibu kantin sekolah mereka tau persis seberapa besar usaha laki-laki itu mendekati Nining. Anehnya, meski Raharjo cukup tampan dan disegani karena embel-embel anak Sekda di kota mereka, Nining tidak pernah tergiur untuk menerima tawaran Raharjo untuk berpacaran. Raharjo belum dewasa, dan lelaki kekanak-kanakan bukanlah tipe laki-laki idamannya, begitu alasan yang Nining beri setiap kali ditanya kenapa menolak Raharjo. Jawaban itu mengundang banyak tanya, 'kedewasaan seperti apa yang Nining inginkan dari laki-laki usia belasan?'

            "Selamat ya, Ratri dan Mas Harjo. Semoga pernikahannya langgeng hingga maut memisahkan dan senantiasa diberi kebahagiaan."

            Ratri melengos, ia bahkan tidak sudi berbasa-basi untuk menerima ucapan selamat dari Nining. Ia mengundang Nining hanya untuk pamer bahwa Mas Raharjo akhirnya, setelah 10 tahun, bisa move on dari Nining dan menikahinya. Ratri sama sekali tidak menyangka bahwa Nining akan menyambut baik undangan itu dan hadir di hari bahagianya.

            "Terima kasih ya, Ning sudah menyempatkan hadir. Kamu pasti sibuk jualan keliling, tapi kamu mau meluangkan waktu hari ini." Raharjo tersenyum mengejek. Nining, seolah tidak terganggu dengan ucapan Raharjo, tetap membalas penuh senyum.

            "Aku loh yang makasih, Mas. Padahal kita gak pernah dekat, tapi Mas tetep undang aku di hari bahagia kalian. Lumayan aku bisa dapet makan gratis. Maaf tadi aku ngamplop kosong ya, Mas. Soale eman uangku Mas. Nyarinya susah, mesti ngider ke rumah-rumah orang buat jualin daster. Aku yakin uang Mas pasti lebih dari cukup jadi gak butuh uang amplop dari aku."

            Raharjo dan Ratri tercekat mendengar ucapan Nining. Uli, sahabat Nining yang juga teman sekelas Ratri menarik lengan Nining cepat untuk menjauhi area panggung pengantin. 

                "Kok kamu ngomong gitu? Gak sopan lho, Ning. Kalau mau ngamplop kosong ya diem-diem aja, gak usah ngomong depan orangnya."

                "Lho justru kalau kita diem-diem itu yang gak sopan, Li. Masak kita diundang dan dikasih makan malah bohongin yang punya acara? Mending jujur aja, mereka pasti ngerti. Lagipula, mereka ngundang kita bukannya butuh amplop kok."

                    "Kalau bukan amplop, terus apa?"

              "Mereka butuh doa untuk pernikahannya. Menikah itu hanya 1 hari Li, tapi pernikahan? Mereka butuh didoakan agar bisa bertahan satu sama lain untuk waktu yang lama. Mengingat karakter mereka yang sama kekanakannya, aku rasa mereka jauh lebih butuh doa tulus dari tamu-tamu seperti kita dibandingkan amplop yang isinya tak seberapa."

                    Uli tertawa mendengar ucapan sahabatnya. Mereka bergegas menuju meja prasmanan, tak sabar 'membeli' makan dari doa yang telah mereka sambatkan.

***

Ditulis dan disebarkan oleh Radinna Nandakita

Komentar

semarwangi essen mengatakan…
bagus ceritanya untuk mengisi waktu luangku...
https://bit.ly/3lpgAIJ

Postingan Populer