Perjuangan Wirausaha PART 1

        Tulisan ini aku buat karena beberapa followersku di instagram mengeluh dengan pekerjaannya dan berkata, "enak ya Mbak Dinna punya usaha sendiri, gak perlu ngerasain tertekan sama bos." Well, aku gak akan menyalahkan pemikiran itu karena dulu pun saat aku masih jadi budak-koorporat (istilah sadis dari karyawan), aku punya pikiran yang sama terhadap orang-orang yang ber-wirausaha. Jadi aku putuskan untuk menulis beberapa pengalaman wirausahaku sebagai 'penyeimbang' agar orang-orang tidak melulu melihat sisi enaknya saja. Tulisan ini bukan berarti aku mengeluh ya, jujur saja aku mulai menikmatiku kok masa-masa ini, tapi tetap saja, layaknya koin, semua pekerjaan punya dua sisi yang bersebrangan. 
        Sejak lebaran di akhir Mei kemarin, aku dengan terpaksa memecat 4 karyawanku. 3 karyawan Bali Belly dan 1 karyawan untuk WAS LABEL. Semua aku lakukan setelah beberapa bulan mencoba bertahan ditengah merosotnya omzet selama pandemi. Gak usah ditanya berapa uang yang dikucurkan untuk menutup kerugian. Di penghujung Maret aku mendaftar kembali ke maskapai tempatku dulu bekerja dengan harapan gajiku sebagai pramugari bisa menutup gaji karyawanku yang gak ke-cover sama omzet. Sayangnya meski sudah lolos hingga tahap pantuhir, aku dan expri-expri lain tidak mendapat email lanjutan karena proses recruitment harus dihentikan akibat dampak pandemi. 
        Aku bahkan nyaris menyerah dengan melepas Bali Belly dan pindah ke Bali bersama anak-anak karena aku merasa tidak akan sanggup mengurus anak-anak dan mengurus Bali Belly tanpa bantuan karyawan. Syukurnya kedua orangtuaku menawarkan bantuan untuk merawat anak-anak di Bali agar aku bisa tetap mengurus Bali Belly di Tangerang. Tapi mengingat usia dan kondisi kesehatan orangtuaku, jadi aku tetap menitipkan asisten untuk membantu-bantu mereka di rumah, sementara aku mengajak Mbak Novi yang dulu bertugas menjadi ART sekarang menjadi asisten cook di Bali Belly. 
        Saat proses pindahan anak-anak dari Tangerang ke Bali, aku menutup usahaku selama hampir 2 minggu. Begitu kembali, bisa ditebak sepinya seperti apa. 2 hari pertama gak ada sales. Gofood dan grabfood sepi, ratingku di gofood bahkan menurun drastis dari 4.7 menjadi 4.4. This is bad for business, karena di gofood itu ada kategori merchant dengan rating 4.5 ke atas dimana para pembeli memakai itu sebagai acuan resto-resto reccomend. Pusing? Banget! Saat aku berwirausaha, hidupku berjalan dari hari ke hari, sementara dulu saat jadi karyawan, aku hanya tau dua hal : kerja dan gajian. Aku bersikap bodo-teuing dengan kondisi perusahaanku. Selama aku kerja sesuai SOP, ya sudah. Aku tidak dipusingkan dengan kondisi penerbangan ramai atau tidak, keuntungan perusahaan menutup operasional atau tidak, aku hanya pusing saat uang terbang tidak mencapai progressive dimana itu artinya jam terbang perbulanku gak akan terasa besar atau gajiku telat masuk ke rekening (tapi itu sangat sangat jarang terjadi sih memang). 
        Nah ini baru part yang menguras mental dan pikiran ya. Belum yang nguras tenaga nih. Jadi karena aku hanya sanggup gaji 1 karyawan yaitu Mbak Novi seorang, itupun dia hanya kerja dari jam 7 pagi sampai jam 1 siang, sisanya aku kerjain SEMUANYA sendiri. Iya, gak salah baca. SENDIRI. Padahal dulu aja satu shift ada 2 karyawan karena aku ga mau karyawanku kecapean mesti ngerjain dapur dan kasir sendirian. Tapi sekarang aku nekat sendirian dan bertahan gak nambah karyawan baru. Tapi aku tetep bisa curi-curi tidur siang kok dari jam 2 siang sampai 4 sore karena aku stay di lantai 2 rukonya Bali Belly, jadi memang tinggal naik turun aja. Kalau ada pesanan, aplikasi gobiz atau grab merchant bakal bunyi, aku tinggal turun dan siapin makanan. Kalau lagi sepi aku bisa tidur siang yang enak tanpa terganggu orderan sama sekali. Tapi kalau lagi rame ya siap-siap tidur siang kebangun-bangun terus karena selang 15 menit ada orderan. Saat kondisi fit, gak tidur sama sekali juga ga masalah. Nah, kalau migrain kumat, perjuangannya jadi berlipat ganda. Menderita banget rasanya mau tidur siang tapi gak bisa enak dan pulas tidurnya. 
        Kadang kalau udah gak enak badan, aku ninggalin dapur dalam kondisi berantakan. Gak nyiapin bahan buat besok (baca : ngupas bawang, cabe dll), gak cuci piring bahkan gak buang sampah yang tinggal naruh ke depan ruko doang. Pokoknya kalau lagi gak enak badan, begitu tutupan aku langsung ke kamar dan tepar. Ngumpulin energy, berharap besok sudah membaik. Tapi kalau kondisi lagi fit dan prima, aku bisa kaya cacing kepanasan, geraaaakkkk terus non-stop. 
        Nah selama hampir 1 bulan re-opening di ruko, aku nyaris gak ada libur loh. Jadi jualan tiap hari, Bali Belly cuma tutup 1 kali waktu 17 Agustus karena harus urus pindahan barang ke Bali. Sisanya aku panggil mantan karyawan buat bantu jagain ruko sampai sore sementara aku travelling buat refresh otak dan badan. Soalnya tiap kali aku tutup, besoknya dijamin sepi. Kan rugi juga ya kalau bikin promo terus menerus buat mancing pembeli terutama untuk kasta UMKM sepertiku ini. Maka dari itu aku memutuskan untuk ga netapin hari libur dengan harapan tiap hari ada sales, syukur-syukur nembus target.
        Next aku mau share perjuangan wirausaha di bagian marketing ya. Tunggu PART 2 release, jangan kemana-mana. XOXO

Komentar

Postingan Populer