I Will Show You
Hubungan gue dan Maherda akhirnya semakin mendapat banyak persetujuan. Seiring dengan hebohnya obrolan mereka tentang blog gue dan juga rencana gue untuk menerbitkan buku gue sendiri, makin banyak aja yang berpikiran positif tentang gue. Emangnya ada yang gak setuju sama hubungan kalian? Wah, banyak. Salah satunya adalah temen deket Maherda sendiri.
Di awal masa pacaran kami, gue selalu berusaha mendekatkan diri dengan keluarga dan temen-temen pasangan gue. Ntah dengan nimbrung di status FB dan add-friend mereka untuk kemudian menunjukkan eksistensi gue sebagai pacar baru Maherda. Kebanyakan dari mereka yang tau pengalaman hubungan Maherda dengan seorang FA di masa lalu malah mengacuhkan gue. Mungkin mereka menganggap gue seorang pramugari matre yang hanya mau mainin Maherda. Tapi gue memaklumi pemikiran itu. Gue sangat maklum, dan gue pantang menyerah dengan tebal muka tetep ikutan nangkring di obrolan mereka.
Di suatu hari, gue iseng lah membuka BB pacar gue. Mata gue tertuju pada 1 chat Maherda dengan salah satu sahabatnya yang juga sesama pilot. Dengan diam-diam, gue membaca sampai habis isi chat mereka. Ini memang sangat melanggar privacy, tapi kalo gue ga baca chat ini, gue gak bakal tau kalo temennya berpikiran seburuk itu tentang gue.
Temen Maherda, atau gue samarkan menjadi Mas Aam ini sangat mengetahui kisah asmara Maherda yang kandas mengenaskan dimasa lalu dengan salah seorang FA di maskapai lain ketika Maherda masih menjadi Ground Staff. Mas Aam juga pernah mengalami kegagalan dengan seorang FA di maskapai gue sekarang. Berdasarkan pengalaman itu, Mas Aam pun menentang hubungan kami. Ia sangat menyayangkan Maherda putus dengan mantannya yang menemani Maherda selama pendidikan pilot di Cirebon dulu. Bahkan ia menganjurkan Maherda buat mutusin gue dan kembali dengan mantannya di Cirebon. Baginya, gue gak lebih dari anak kecil yang gak bisa apa-apa.
Saat gue membaca chat itu, gue sangat sedih. Gue nangis sambil garuk-garuk tembok pake gigi. Gue sedih dan kecewa. Gue sedih karena dianggap gak pantes disandingkan dengan Maherda, dan gue kecewa karena ketika gue dipojokkan sedemikian rupa, Maherda sama sekali gak membela gue.
"Mas tau banci ga? Tau pengecut ga? Itu yang aku liat di diri Mas sekarang! Aku selalu ngebela Mas tiap ada senior aku yang ngomongin kamu! Aku gak pernah diem aja kalo ada orang yang bilang aku bodoh karena pacaran sama kamu, dan gak dapetin apa-apa! Gak 1 I-phone 5 pun! Aku selalu bilang,aku pacaran sama Maherda, bukan ngejual diri aku! Aku bukan pelacur! Aku gak ngejual perasaan aku, apalagi demi sebuah gadget! Dan setelah semua pembelaan itu, aku bahkan gak bisa dibela oleh pacar aku sendiri. Segitu jeleknya aku di mata kamu dan temen-temen kamu?" gue mengamuk didepan Maherda dengan tatapan perang. Dan reaksi Maherda? Cuma diam.Gue gak tau apa dia ngerasa bersalah atau cuma ga tau harus ngomong apa, yang jelas dia gak berani ngomong sepatah kata pun saat itu.
Sampai saat ini, gue gak bisa melupakan kejadian itu. Gue merasa difitnah. Apa dia gak tau, gue rela menahan panas selama 2 jam lebih, naik motor dengan menahan beratnya koper ditengah-tengah, melalui perjalanan panjang Jakarta-Tangerang bersama Maherda? Apa dia gak tau, gue rela bolak-balik Bandara-Kalibata demi merawat Maherda setiap kali dia sakit? Apa dia gak tau, gue rela nemenin Maherda naik busway atau kereta, karena saat itu Maherda belum punya mobil sendiri? Apa dia gak tau, gue rela meluangkan waktu istirahat gue demi memasak makanan favorit Maherda? Apa dia tau, gue menolak godaan cowok lain karena tergila-gila dengan sahabatnya itu? Gue rasa dia gak tau. Gue rasa yang dia tau, gue hanya tergila-gila dengan duit yang Maherda punya. Dia gak tau, betapa memikatnya Maherda dibandingkan dia atau cowok lain. Terlalu memikat sehingga gue gak lagi memikirkan perbedaan agama, suku dan umur yang terbentang diantara kami.
Perlahan namun pasti, gue akan menunjukkan pada dia, bahwa gue gak seburuk pemikirannya. Gue akan menunjukkan bahwa gue pantas untuk seorang yang begitu istimewa di mata gue : Maherda Ekananda.
Di awal masa pacaran kami, gue selalu berusaha mendekatkan diri dengan keluarga dan temen-temen pasangan gue. Ntah dengan nimbrung di status FB dan add-friend mereka untuk kemudian menunjukkan eksistensi gue sebagai pacar baru Maherda. Kebanyakan dari mereka yang tau pengalaman hubungan Maherda dengan seorang FA di masa lalu malah mengacuhkan gue. Mungkin mereka menganggap gue seorang pramugari matre yang hanya mau mainin Maherda. Tapi gue memaklumi pemikiran itu. Gue sangat maklum, dan gue pantang menyerah dengan tebal muka tetep ikutan nangkring di obrolan mereka.
Di suatu hari, gue iseng lah membuka BB pacar gue. Mata gue tertuju pada 1 chat Maherda dengan salah satu sahabatnya yang juga sesama pilot. Dengan diam-diam, gue membaca sampai habis isi chat mereka. Ini memang sangat melanggar privacy, tapi kalo gue ga baca chat ini, gue gak bakal tau kalo temennya berpikiran seburuk itu tentang gue.
Temen Maherda, atau gue samarkan menjadi Mas Aam ini sangat mengetahui kisah asmara Maherda yang kandas mengenaskan dimasa lalu dengan salah seorang FA di maskapai lain ketika Maherda masih menjadi Ground Staff. Mas Aam juga pernah mengalami kegagalan dengan seorang FA di maskapai gue sekarang. Berdasarkan pengalaman itu, Mas Aam pun menentang hubungan kami. Ia sangat menyayangkan Maherda putus dengan mantannya yang menemani Maherda selama pendidikan pilot di Cirebon dulu. Bahkan ia menganjurkan Maherda buat mutusin gue dan kembali dengan mantannya di Cirebon. Baginya, gue gak lebih dari anak kecil yang gak bisa apa-apa.
Saat gue membaca chat itu, gue sangat sedih. Gue nangis sambil garuk-garuk tembok pake gigi. Gue sedih dan kecewa. Gue sedih karena dianggap gak pantes disandingkan dengan Maherda, dan gue kecewa karena ketika gue dipojokkan sedemikian rupa, Maherda sama sekali gak membela gue.
"Mas tau banci ga? Tau pengecut ga? Itu yang aku liat di diri Mas sekarang! Aku selalu ngebela Mas tiap ada senior aku yang ngomongin kamu! Aku gak pernah diem aja kalo ada orang yang bilang aku bodoh karena pacaran sama kamu, dan gak dapetin apa-apa! Gak 1 I-phone 5 pun! Aku selalu bilang,aku pacaran sama Maherda, bukan ngejual diri aku! Aku bukan pelacur! Aku gak ngejual perasaan aku, apalagi demi sebuah gadget! Dan setelah semua pembelaan itu, aku bahkan gak bisa dibela oleh pacar aku sendiri. Segitu jeleknya aku di mata kamu dan temen-temen kamu?" gue mengamuk didepan Maherda dengan tatapan perang. Dan reaksi Maherda? Cuma diam.Gue gak tau apa dia ngerasa bersalah atau cuma ga tau harus ngomong apa, yang jelas dia gak berani ngomong sepatah kata pun saat itu.
Sampai saat ini, gue gak bisa melupakan kejadian itu. Gue merasa difitnah. Apa dia gak tau, gue rela menahan panas selama 2 jam lebih, naik motor dengan menahan beratnya koper ditengah-tengah, melalui perjalanan panjang Jakarta-Tangerang bersama Maherda? Apa dia gak tau, gue rela bolak-balik Bandara-Kalibata demi merawat Maherda setiap kali dia sakit? Apa dia gak tau, gue rela nemenin Maherda naik busway atau kereta, karena saat itu Maherda belum punya mobil sendiri? Apa dia gak tau, gue rela meluangkan waktu istirahat gue demi memasak makanan favorit Maherda? Apa dia tau, gue menolak godaan cowok lain karena tergila-gila dengan sahabatnya itu? Gue rasa dia gak tau. Gue rasa yang dia tau, gue hanya tergila-gila dengan duit yang Maherda punya. Dia gak tau, betapa memikatnya Maherda dibandingkan dia atau cowok lain. Terlalu memikat sehingga gue gak lagi memikirkan perbedaan agama, suku dan umur yang terbentang diantara kami.
Perlahan namun pasti, gue akan menunjukkan pada dia, bahwa gue gak seburuk pemikirannya. Gue akan menunjukkan bahwa gue pantas untuk seorang yang begitu istimewa di mata gue : Maherda Ekananda.
Komentar