Masa Yang Hilang
Setiap cita-cita pasti memerlukan
usaha dan pengorbanan. Lo pengen jadi dokter? Lo harus siap mantengin buku
setebel 2 kamus Bahasa Indonesia-Bahasa Inggris yang digabung jadi satu. Dan lo
harus rela menjalani capeknya masa ko-as seperti yang dialami penulis
Cado-Cado. Atau lo pengen jadi polisi? Maka siapkan mental lo buat menerima
kerasnya gemblengan dan mengucapkan selamat tinggal pada kulit putih-mulus lo
saat menjalani masa pendidikan dan pelatihan. Begitu juga kalo lo menjadi
pramugari.
Lo harus siap berkali-kali failed di perekrutan beberapa airlines, menerima kenyataan bahwa lo gak seberuntung temen-temen lo yang bisa dengan mudah lolos tes, mencoba terus dan terus, tanpa menyerah, gak peduli seberapa pedas komentar para interviewer ketika melihat timbunan lemak di perut lo atau bekas luka permanen di lutut lo. Dan apa yang harus lo korbankan buat cita-cita lo sebagai pramugari? Banyak. Salah satu yang paling berat buat gue secara pribadi adalah : gue harus melewatkan masa-masa berharga yang dulunya mungkin malah gak gue anggap penting sama sekali.
Lo harus siap berkali-kali failed di perekrutan beberapa airlines, menerima kenyataan bahwa lo gak seberuntung temen-temen lo yang bisa dengan mudah lolos tes, mencoba terus dan terus, tanpa menyerah, gak peduli seberapa pedas komentar para interviewer ketika melihat timbunan lemak di perut lo atau bekas luka permanen di lutut lo. Dan apa yang harus lo korbankan buat cita-cita lo sebagai pramugari? Banyak. Salah satu yang paling berat buat gue secara pribadi adalah : gue harus melewatkan masa-masa berharga yang dulunya mungkin malah gak gue anggap penting sama sekali.
Beberapa tahun yang lalu, gue
menghabiskan waktu luang gue buat aktif di komunitas teater gue. Melatih
adik-adik kelas gue. Atau menyeleksi naskah mereka untuk kemudian di benahi dan
dipentaskan. Disanalah masa gue berjaya, membuat bangga sekolah gue, dan tentu
orang-orang terdekat gue. Semenjak menjadi pramugari, gue kehilangan masa-masa
itu. Dimana gue dianggap spesial, dimana gue benar-benar dianggap. Disini, gue
hanyalah pramugari junior yang kadang mendapat perlakuan semena-mena dari
senior yang salah menganggap gue bukan sebagai junior, tapi sebagai babu
gratisan bagi mereka. Bukan sebagai adik yang harusnya dibimbing, atau rekan
kerja yang saling menghargai, tapi bocah yang bisa dimarah, dimaki, diperintah
sesuka hati mereka.
Beberapa tahun yang lalu, gue selalu
merayakan hari keagamaan gue bersama keluarga gue. Berkunjung ke beberapa Pura,
dan menghabiskan waktu di perjalanan dengan bercanda-ria bersama keluarga. Di
masa itu gue merasakan keunikan menjadi orang Bali. Merasakan sisi religius
dari umat Hindu. Semenjak gue menjadi pramugari, gue bahkan gak tau kalo
beberapa hari lagi ada hari raya Nyepi, Galungan, Saraswati atau yang lainnya.
Bahkan bisa dihitung berapa kali dalam 2 tahun ini gue menyalakan dupa di
kamar. Gak ada lagi sibuknya memasang penjor
atau semangat menggebu-gebu menonton arak-arakan ogoh-ogoh. Bahkan sampai saat ini gue masih gak percaya kalo gue
gak pernah lagi merasakan masa-masa itu. Gue gak pernah sedikitpun terbayang,
bahwa ketika gue menjadi pramugari, gue akan kehilangannya.
Beberapa tahun yang lalu gue sangat
muak dengan kungkungan orangtua gue yang sangat protective. Gue selalu ingin lepas dari orangtua, selalu ingin
bebas, dan merasa diri cukup dewasa untuk menjalani semuanya sendiri. Gak gue
sangka, ketika gue menjadi pramugari, gue akhirnya bener-bener mendapatkannya.
Hidup sendiri di Jakarta, bebas, tanpa pengawasan orangtua. Apa gue bahagia?
Awalnya. Seiring waktu, gue sadar bahwa gue masih terlalu kekanakan untuk hidup
sekeras ini. Gue gak lagi merasakan kebersamaan gue bersama keluarga. Gue harus
belajar berpuas diri dengan bercengkrama melalui telfon. Gue harus bersabar
menunggu datangnya cuti tahunan gue yang hanya 2 minggu itu. Gue benar-benar
kehilangan apa yang dulu gue anggap memuakkan. Gue kehilangan moment dimana gue
bisa bebas curhat dengan Ibu sebelum tidur. Menertawakan kekonyolan atau
kebandelan yang gue lakukan disekolah. Menangisi mantan-mantan gue yang
memutuskan hubungan untuk berbagai alasan. Atau kadang hanya sekedar
mengomentari kasus kawin-cerai para artis yang gak ada habisnya.
Ya. Gue kehilangan moment-moment
yang dulunya gue anggap biasa dan tidak berarti. Tapi setelah gue kehilangan semua
itu, gue rela mengeluarkan berapa saja ketika gue terserang ‘home-sick’ untuk sekedar pulang ke
rumah, walaupun gak lebih dari 2 malam. Setelah semua masa berharga itu
hilang, gue seringkali ingin menyerah dan ingin kembali pulang. Tapi
pertanyaannya, ‘apa semua akan kembali
seperti semula disaat kamu sudah pernah meninggalkannya?’
Komentar
Dalem banget ceritanya. Menyadarkan kita betapa berharganya keluarga kita dan saat-saat yg bahkan kita anggap menjemukan.
Salam kenal ^_^
waktu emang berubah, mau ga mau kita juga mesti menyesuaikan. tapi inget aja disaat saat susah kayak gini, entar, entah 5 atau 10 tahun lagi, u bakal kangen masa masa disiksa ma senior en masa masa pramugalau u.
peace
izin copy paste ya mbak Dinna... ^^ Please.....
Maaf. Tapi pramugari nya dihapus dan gue nya diganti aku. gakpapa kan?
*tapi gue yakin seyakin yakinnya gw ga bakal kangen ditindas senior! Krna gw ga kangen pas berantem sm senior di jaman SMA. apapun yg brhubungan dengan perlakuan semena-mena, gak bakal gue kangenin*
harus ada yang di korbankan, semua butuh perjuangan... tetap semangattttttt....