Terima Kasih Untuk Sebuah Rasa Menghargai
Gue hari ini berasa malaikaaaattt banget! Mungkin karena akhir-akhir ini gue udah capek stres mikirin masalah-masalah gue kali yah, gue pengen menyendiri sampai menghindar dari pacar gue segala. Nah, efek positifnya terjadi hari ini, dipenerbangan Batam-Jakarta dimana gue terbang bersama temen seangkatan gue, Marina Tantiya.
Walaupun penerbangannya pendek, (cuma Jakarta - Batam - Jakarta saja pemirsah) tapi gue tetep seneng karena bisa terbang bareng temen seangkatan. Jarang-jarang loh bisa kaya gini! Nah, alkisah saat itu gue in charge sebagai FA 3 dan Marina jadi FA 4. Sebel sih, soalnya FA 1 gue pramugara ganteng, Mas Ilyas Lubis. Kalo gue yang jadi FA 4 kan bisa puas pandang-pandanga karena FA 4 duduk satu jumpseat bareng FA 1. Lumayan lah, buat cuci mata selama take-off sampe landing. Hehehe...
Salah satu bentuk kemalaikatan gue hari ini yang sangat beda dengan hari-hari biasanya adalah nge-reseating penumpang. Well, sebenernya gue sering pindahin tempat duduk penumpang untuk berbagai alasan, salah satunya karena ada keluarga yang duduknya terpisah-pisah. Tapi gue gak pernah segigih ini sebelumnya. Jadi ceritanya seperti ini....
'Mbak, kami pergi berlima, tapi dua tempat duduk mencar di nomor 32B dan 26C. Bisa gak ya kami duduknya jadi satu baris aja? Kasian anak kami masih kecil-kecil,' kata seorang Bapak-Bapak yang menggandeng tangan anak lelakinya. Penampilannya sangat bersahaja. Gue rada kaget juga ngeliat pasangan semuda mereka, tapi anaknya udah 3 biji aja. Subur amat yak?
'Nanti saya usahakan ya, Pak. Mudah-mudahan ada penumpang lain yang bersedia dipindah tempat duduknya. Bapak standby dulu di belakang, setelah semua penumpang duduk baru bisa saya atur,' jawab gue sembari sibuk membagi baju pelampung infant (atau bayi dibawah usia 2 tahun).
Saat itu keadaannya gue belum selesai membagi baju pelampung untuk infant yang berjumlah 7 orang di work area gue. Dan gue juga belum memberi briefing penumpang-penumpang yang duduk dekat mid-exit doors gue. Belum lagi gue harus reseating penumpang karena ada anak kecil duduk dekat mid-exit doors yang dimana itu dilarang oleh regulasi penerbangan. Sumpah, itu gue pusiiiiinnnggggg banget! Tapi berkat meal crew hoka-hoka-bento di pagi hari, gue masih tetep berenergi untuk menyelesaikan semua tugas gue.
Setelah semua tugas-tugas gue selesai, gue rencananya mau boker bentar sebelum nanti awak cockpit command 'Flight Attendant Door Close Slide Arm and Cross Check' dimana itu berarti kita harus segera menutup pintu pesawat dan bersiap-siap untuk safety demonstration. Baru aja buka pintu lavatory (atau istilah daratnya sih TOILET) gue udah dipanggil sama Bapak-Bapak yang minta dipindah tempat duduknya. Gue langsung jedotin pantat ke tembok. Alhasil, jadilah gue cari-cari penumpang yang mau dipindah duduknya sambil nahan e'ek diujung runway. EH, di ujung pantat maksud gue. Sori, udah gak konsen.
'Permisi Pak, maaf sebelumnya, saya boleh minta bantuan Bapak berdua untuk saya pindah duduknya ke no 26C dan 32B? Bapak ini dan keluarganya duduk terpisah. Bagaimana Pak, bisa?' kata gue sama penumpang yang duduk di nomor 38A dan 38B. Dengan cueknya si Bapak jawab 'gak usah lah Mbak, kejauhan saya pindahnya!' sembari langsung pasang headset dan merem-melek menikmati lagu. Astagaaa, kesabaran gue bener-bener diuji! Gue mau protes juga gak bisa, karena kondisinya gue gak punya alasan masuk akal buat 'maksa' mereka buat pindah duduk. Kalau alasannya berhubungan dengan keselamatan penerbangan, tentu gue bisa dengan sangat berwenang buat memindahkan atau malah menurunkan penumpang. Tapi berhubung alasannya gak cukup kuat, ya gue gak bisa ngomong apapun. Gue balik badan kembali ke keluarga yang minta pertolongan tadi.
'Maaf sekali Bapak-Ibu...' gue pengen melanjutkan omongan gue bahwa gue gak bisa membantu mereka saat ini, tapi ngeliat anak-anaknya yang masih kecil, gue gak tega buat ngebiarin si anak kecil ini duduk sendirian.
'Mohon maaf, ditunggu sebentar lagi ya Pak-Bu... Biar saya minta bantuan orang lain,' kata gue akhirnya. Gue mencoba minta bantuan beberapa orang agar bisa dipindah duduknya, tapi selalu ada alasan mereka buat menolak. Karena barang-barang mereka banyak dan males mindahin barangnya-lah. Karena pergi bareng pacarnya-lah, karena pergi bersama keluarga juga-lah. Rasanya gue pengen nangis, kenapa pengen jadi pramugari yang baik, tapi ujiannya banyak banget. Malah si pasangan alay yang gak mau nolong gue dengan teganya malah bilang, 'yaudah Mbak, biarin aja duduknya misah. Kan anaknya udah gede...' dan gue langsung ngebatin 'dih, gede darimananya oncom?! Yang paling tua aja baru 4 tahun, anak kedua gue gak tau deh, tapi yang jelas infant pasangan Ibu-Bapak itu baru berusia 7 bulan. Lo tega banget misahin anak umur 4 tahun sama orangtuanya karena lo gak mau dipisah sama pacar lo selama 1,5 jam doank.Gemes gue!!!!'
Tiba-tiba, sebuah sinar muncul melalui pasangan manula yang duduk di no 37D dan 37E.
'Yaudah Mbak, biar kami aja yang dipisah. Biar suami saya yang duduk di no 26, saya di nomor 32. Biar si Bapak sama anaknya disini. Gak satu baris gak papa kan? Yang penting anaknya gak misah sama orangtuanya,'
Gue terharu banget sama pasangan Kakek-Nenek yang baik hati ini. Gue cepat-cepat menerima bantuan mereka dan memindahkan si Bapak dan anaknya. Sang Ibu dengan tulus mengucap terima-kasih berkali-kali. Gue sempet terbuai dengan ucapan terimakasih sampai ketika gue teringat sama boker yang gue tahan-tahan.
Belum sempet gue nyentuh pintu lavatory, ternyata awak cockpit udah kasi command buat tutup pintu. Gue langsung lemes ngebayangin harus nahan boker pas take-off nanti. Ditambah lagi jumpseat gue ada ditengah cabin pesawat. Penumpang bisa dengan jelas ngeliat ekspresi gue yang lagi nahan mules. Gue buru-buru nyiapin alat-alat demo. Syukurnya, rasa kebelet gue ilang ketika gue asik berlaga didepan penumpang memperagakan peralatan keselamatan.
Singkat cerita, ketika in flight, gue dan Marina melakukan sky sale. Sebelum selesai berjualan, gue melihat salah satu penumpang gue yang duduk di nomor 38 F sedang memijit-mijit kepalanya. Dari tampang-tampangnya sih dia mabok udara. Gue segera melihat kantung kursinya dan disana gak tersedia kantung muntah. Setelah gue selesai berjualan, gue buru-buru membuat teh hangat manis yang gue tutupi tissue dan memberikannya kepada penumpang tadi. Gak lupa gue memberikan kantung muntah, buat jaga-jaga siapa tau dia mau ngerasain 'jackpot' dipesawat. Gue juga menyempatkan buat mengecek keadaan penumpang itu, kali-kali dia perlu bantuan gue tapi gak tau mesti pencet tombol mana buat manggil Mbak Pramugari. Nah, gue terharunya pas Ibu-Ibu yang tadi minta tolong buat dipindah duduknya melihat perlakuan spesial gue kepada penumpang itu.
'SubhanaAllah, Mbak baik sekali. Mudah-mudahan Mbak selalu diberkati ya, Mbak...'
Gue termenung. Lagi-lagi penumpang dari kalangan gak mampu yang sangat menghargai bantuan gue. Gue gak pernah ngerasa dihargai lebih dari cerita Uang Tips Pertama dan cerita kali ini. Dada gue sesek. Antara bahagia luar biasa karena bantuan kecil gue sangat berarti bagi penumpang, dan terharu karena mereka-lah yang justru lebih menghargai profesi 'pramugari' gue saat ini. Gue cenderung bertemu nyonya kaya yang memperlakukan gue layaknya babu dengan nyuruh gue angkat-angkatin barang, ketemu bapak-bapak sombong yang malah nantangin dengan telfonan didepan gue dan gak mau mematikan telfonnya, atau penumpang cuek yang setiap disapa, jangankan membalas, NGELIAT MATA GUE AJA ENGGAK!
'Terima kasih Bu... Saya juga berterimakasih dengan Ibu,' jawab gue akhirnya. Si Ibu terlihat bingung. Ya, dia gak sadar bahwa dari ribuan penumpang yang gue temui, dia adalah sedikit dari mereka yang menghargai kami. Dia gak tau, gue berterima kasih karena ucapan spontannya tadi. Dia gak tau dampak apa yang dia beri kepada gue.
"Ibu gak tau, karena pertemuan gue dengan Ibu hari ini, gue semakin semangat untuk memperbaiki kualitas kepramugarian gue dalam melayani penumpang. Terima kasih banyak, Bu. Terima kasih..."
Marina (kiri) dan gue (kanan). Cantik kan temen gue? |
Dari kiri ke kanan : gue, Marina, Mbak Marsheilla, Cindy dan Mas Ilyas. |
'Mbak, kami pergi berlima, tapi dua tempat duduk mencar di nomor 32B dan 26C. Bisa gak ya kami duduknya jadi satu baris aja? Kasian anak kami masih kecil-kecil,' kata seorang Bapak-Bapak yang menggandeng tangan anak lelakinya. Penampilannya sangat bersahaja. Gue rada kaget juga ngeliat pasangan semuda mereka, tapi anaknya udah 3 biji aja. Subur amat yak?
'Nanti saya usahakan ya, Pak. Mudah-mudahan ada penumpang lain yang bersedia dipindah tempat duduknya. Bapak standby dulu di belakang, setelah semua penumpang duduk baru bisa saya atur,' jawab gue sembari sibuk membagi baju pelampung infant (atau bayi dibawah usia 2 tahun).
Saat itu keadaannya gue belum selesai membagi baju pelampung untuk infant yang berjumlah 7 orang di work area gue. Dan gue juga belum memberi briefing penumpang-penumpang yang duduk dekat mid-exit doors gue. Belum lagi gue harus reseating penumpang karena ada anak kecil duduk dekat mid-exit doors yang dimana itu dilarang oleh regulasi penerbangan. Sumpah, itu gue pusiiiiinnnggggg banget! Tapi berkat meal crew hoka-hoka-bento di pagi hari, gue masih tetep berenergi untuk menyelesaikan semua tugas gue.
Setelah semua tugas-tugas gue selesai, gue rencananya mau boker bentar sebelum nanti awak cockpit command 'Flight Attendant Door Close Slide Arm and Cross Check' dimana itu berarti kita harus segera menutup pintu pesawat dan bersiap-siap untuk safety demonstration. Baru aja buka pintu lavatory (atau istilah daratnya sih TOILET) gue udah dipanggil sama Bapak-Bapak yang minta dipindah tempat duduknya. Gue langsung jedotin pantat ke tembok. Alhasil, jadilah gue cari-cari penumpang yang mau dipindah duduknya sambil nahan e'ek diujung runway. EH, di ujung pantat maksud gue. Sori, udah gak konsen.
'Permisi Pak, maaf sebelumnya, saya boleh minta bantuan Bapak berdua untuk saya pindah duduknya ke no 26C dan 32B? Bapak ini dan keluarganya duduk terpisah. Bagaimana Pak, bisa?' kata gue sama penumpang yang duduk di nomor 38A dan 38B. Dengan cueknya si Bapak jawab 'gak usah lah Mbak, kejauhan saya pindahnya!' sembari langsung pasang headset dan merem-melek menikmati lagu. Astagaaa, kesabaran gue bener-bener diuji! Gue mau protes juga gak bisa, karena kondisinya gue gak punya alasan masuk akal buat 'maksa' mereka buat pindah duduk. Kalau alasannya berhubungan dengan keselamatan penerbangan, tentu gue bisa dengan sangat berwenang buat memindahkan atau malah menurunkan penumpang. Tapi berhubung alasannya gak cukup kuat, ya gue gak bisa ngomong apapun. Gue balik badan kembali ke keluarga yang minta pertolongan tadi.
'Maaf sekali Bapak-Ibu...' gue pengen melanjutkan omongan gue bahwa gue gak bisa membantu mereka saat ini, tapi ngeliat anak-anaknya yang masih kecil, gue gak tega buat ngebiarin si anak kecil ini duduk sendirian.
'Mohon maaf, ditunggu sebentar lagi ya Pak-Bu... Biar saya minta bantuan orang lain,' kata gue akhirnya. Gue mencoba minta bantuan beberapa orang agar bisa dipindah duduknya, tapi selalu ada alasan mereka buat menolak. Karena barang-barang mereka banyak dan males mindahin barangnya-lah. Karena pergi bareng pacarnya-lah, karena pergi bersama keluarga juga-lah. Rasanya gue pengen nangis, kenapa pengen jadi pramugari yang baik, tapi ujiannya banyak banget. Malah si pasangan alay yang gak mau nolong gue dengan teganya malah bilang, 'yaudah Mbak, biarin aja duduknya misah. Kan anaknya udah gede...' dan gue langsung ngebatin 'dih, gede darimananya oncom?! Yang paling tua aja baru 4 tahun, anak kedua gue gak tau deh, tapi yang jelas infant pasangan Ibu-Bapak itu baru berusia 7 bulan. Lo tega banget misahin anak umur 4 tahun sama orangtuanya karena lo gak mau dipisah sama pacar lo selama 1,5 jam doank.Gemes gue!!!!'
Tiba-tiba, sebuah sinar muncul melalui pasangan manula yang duduk di no 37D dan 37E.
'Yaudah Mbak, biar kami aja yang dipisah. Biar suami saya yang duduk di no 26, saya di nomor 32. Biar si Bapak sama anaknya disini. Gak satu baris gak papa kan? Yang penting anaknya gak misah sama orangtuanya,'
Gue terharu banget sama pasangan Kakek-Nenek yang baik hati ini. Gue cepat-cepat menerima bantuan mereka dan memindahkan si Bapak dan anaknya. Sang Ibu dengan tulus mengucap terima-kasih berkali-kali. Gue sempet terbuai dengan ucapan terimakasih sampai ketika gue teringat sama boker yang gue tahan-tahan.
Belum sempet gue nyentuh pintu lavatory, ternyata awak cockpit udah kasi command buat tutup pintu. Gue langsung lemes ngebayangin harus nahan boker pas take-off nanti. Ditambah lagi jumpseat gue ada ditengah cabin pesawat. Penumpang bisa dengan jelas ngeliat ekspresi gue yang lagi nahan mules. Gue buru-buru nyiapin alat-alat demo. Syukurnya, rasa kebelet gue ilang ketika gue asik berlaga didepan penumpang memperagakan peralatan keselamatan.
Singkat cerita, ketika in flight, gue dan Marina melakukan sky sale. Sebelum selesai berjualan, gue melihat salah satu penumpang gue yang duduk di nomor 38 F sedang memijit-mijit kepalanya. Dari tampang-tampangnya sih dia mabok udara. Gue segera melihat kantung kursinya dan disana gak tersedia kantung muntah. Setelah gue selesai berjualan, gue buru-buru membuat teh hangat manis yang gue tutupi tissue dan memberikannya kepada penumpang tadi. Gak lupa gue memberikan kantung muntah, buat jaga-jaga siapa tau dia mau ngerasain 'jackpot' dipesawat. Gue juga menyempatkan buat mengecek keadaan penumpang itu, kali-kali dia perlu bantuan gue tapi gak tau mesti pencet tombol mana buat manggil Mbak Pramugari. Nah, gue terharunya pas Ibu-Ibu yang tadi minta tolong buat dipindah duduknya melihat perlakuan spesial gue kepada penumpang itu.
'SubhanaAllah, Mbak baik sekali. Mudah-mudahan Mbak selalu diberkati ya, Mbak...'
Gue termenung. Lagi-lagi penumpang dari kalangan gak mampu yang sangat menghargai bantuan gue. Gue gak pernah ngerasa dihargai lebih dari cerita Uang Tips Pertama dan cerita kali ini. Dada gue sesek. Antara bahagia luar biasa karena bantuan kecil gue sangat berarti bagi penumpang, dan terharu karena mereka-lah yang justru lebih menghargai profesi 'pramugari' gue saat ini. Gue cenderung bertemu nyonya kaya yang memperlakukan gue layaknya babu dengan nyuruh gue angkat-angkatin barang, ketemu bapak-bapak sombong yang malah nantangin dengan telfonan didepan gue dan gak mau mematikan telfonnya, atau penumpang cuek yang setiap disapa, jangankan membalas, NGELIAT MATA GUE AJA ENGGAK!
'Terima kasih Bu... Saya juga berterimakasih dengan Ibu,' jawab gue akhirnya. Si Ibu terlihat bingung. Ya, dia gak sadar bahwa dari ribuan penumpang yang gue temui, dia adalah sedikit dari mereka yang menghargai kami. Dia gak tau, gue berterima kasih karena ucapan spontannya tadi. Dia gak tau dampak apa yang dia beri kepada gue.
"Ibu gak tau, karena pertemuan gue dengan Ibu hari ini, gue semakin semangat untuk memperbaiki kualitas kepramugarian gue dalam melayani penumpang. Terima kasih banyak, Bu. Terima kasih..."
Komentar
Bagus, gue suka :D
Visitor, follower dan komentarnya masih dikit. yang berkunjung kebanyakan sesama FA dan FA wannabees..
Pengen sih om/mas, tapi ga pernah dapet kabar dari penerbitnya. hiks...
Wah, makasi banyak yaa Vin
*hug*
regards
ferdi
klo curhat d blog jujur, asik serta lucu.
Ditunggu cerita-cerita lainnya ya!
apa lagi pas safety demo, masi ada aja mugari yg asal2.an ..
*dikira gak di perhatiin kali ?*
padahal kebayang kan kalo semua penumpang first flight semua .
*tetep jadi mugari baik ya kak :)
hahahaha
penerbangan QG : DPS - CGK
Ada pasangan pacaran yang minta pindah, karena si cewek dapat seat tengah dan si cowok juga dapat seat tengah di deretan sebelah,
trus cowoknya minta tolong kalo boleh, gue pindah ke deretan dia (seat tengah) biar dia bisa sebelahan sama ceweknya....
pas cowoknya nanya :
Cowok : 'Mas boleh kita tukeran kursi, bisar saya duduk disini? (seat pinggir)'
Gue : 'Oh, boleh asal dipinggir juga, soalnya saya juga gak suka duduk di seat tengah'
Cowok : 'Yahhh....tapi seat saya di tengah Mas,
Gue : 'Oh...ya udah...saya gak mau...'
Ceweknya yang duduk sebelah gue : 'MANYUN MAMPUS.....'
#enak, mereka pacaran, nah...gue dijepit ama orang gak kenal