Twelve Hours In Jogja : B-FLAT Pemeriksaan Barang
Sesampainya
di Jogja, gue dan Mbak Desvy dijemput oleh Mas Rio untuk diajak berkumpul dulu
bersama panitia lainnya di asrama kami. Rasa kangen memuncak di dada gue.
Beragam nostalgia pun muncul ketika melihat AmPlaz atau Ambarukmo Plaza, tempat
langganan gue dan sahabat-sahabat gue nongkrong dulunya. Lalu rumah makan Dapur
Sambal yang menjadi menu wajib gue selama di Jogja. Kemudian salon kecil di
dekat asrama, tempat gue paling tidak sebulan sekali merawat rambut. Wah, gue
merasa waktu cepat sekali berlalu.
Begitu
gue memasuki gerbang asrama P3 Nusantara, gue langsung teringat ketika 2 tahun
yang lalu gue dan keluarga gue datang kesini. DI gerbang ini, batas orangtua
gue mengantar gue. Di gerbang ini, awal hal yang merubah kehidupan gue.
Perasaan haru menyeruak ditengah dada dan membuat gue tanpa sadar meneteskan
air mata. Ntah kenapa, 2 tahun yang lalu itu adalah masa yang berharga bagi
gue. Karena seandainya orangtua gue tidak memberi gue ijin untuk masuk sekolah
pramugari, mungkin kenyataannya akan berbeda. Mungkin selamanya gue gak bakal
jadi pramugari, gue bakal kenal dunia blogging,
dan gue gak bakal bertemu Maherda.
Gue
memperhatikan ke sekeliling asrama gue yang besar dan luas. Para anak baru
dengan dandanan wajib B-FLAT mereka berlalu lalang di sekitar gue. Tapi tidak
ada satupun yang menyapa gue.Pedih. Di perusaaan gue, etika salam-sapa itu sangat
diwajibkan. Ah, mereka tidak tahu dunia kerja yang akan mereka masuki nantinya.
Tidak
menunggu lama, kami semua berangkat ke Kaliurang yang memakan waktu perjalanan
selama 1 jam. Sesampainya disana, kami mengadakan rapat singkat. Dirapat itu,
kami menentukan susunan acara dari pertama yaitu pemeriksaan barang bawaan para
siswa/siswi P3 Nusantara. Disanalah gue sangat diminta untuk menjadi senior
yang galak. Gue sebenernya sangat keberatan, tapi ketika dijelaskan bahwa ini
adalah demi kebaikan mereka, maka gue setuju. Jangan sampai mereka mengalami
hal yang sama dengan gue. 2 tahun yang lalu, di masa B-FLAT gue adalah anak
yang lempem aja, tidak pernah diincar dan dibentak dengan para kakak kelas yang
menjadi panitia kala itu. Disaat gue berhadapan dengan dunia kerja yang sarat
akan senioritas, gue menjadi kaget. Gue akui beberapa kali gue menangis karena
tidak tahan mental dengan sikap para senior. Syukurnya ada keluarga gue yang
tidak pernah bosan menyemangati.
Dan
disanalah gue berdiri gagah, dengan muka yang sesangar preman. Melotot dan
mengawasi gerak-gerik tiap adik kelas gue. Gue anggap ini sama saja ketika gue
harus berakting menjadi Nyonya Judes Tukang Teriak. Para siswa-siswa baru ini akhirnya diseluruh berkumpul sesuai dengan warna pada Name Tag yang dikalungkan pada mereka. Mereka berlarian seperti semut mencari kelompoknya masing-masing. Gue menangkap satu yang terlihat masih bingung.
"Kamu warna apa?" tanya gue sok galak.
"Warna ini Kak," jawabnya sambil menunjuk Name Tagnya.
"WARNA INI? EMANGNYA ADA WARNA INI? LULUS SD GAK LO?" gue puas banget bisa teriak-teriak kaya gini. Suara gue emang sudah terlatih untuk hal seperti ini, maklum, jebolan anak teater. hahaha.
"Lulus Kak, maksud saya warna orange Kak,"
"ORANGE? LO BILANG INI WARNA ORANGE? BUTA WARNA LO?! SIAPA NAMA LO?!"
"Mufti Mbak.Eh, ini kuning Kak. Kuning maksud saya," gue memperhatikan lagi warna Name Tagnya. Waduh! Ternyata benar warnanya orange. Kenapa gue malah nyalahin dia? Bodoh. Tapi demi menjaga gengsi gue, tetep aja gue marahin dia.
"HEH! Liat donk yang bener! Masa calon pramugari buta warna?! Baru digertak sekali udah gak konsisten!" huahahaahaha.. Gue liat banget ekspresinya yang pengen bilang "yee, bilang aja lo yang kecele Mbak!"
"Ya udah sana! Cari kelompok orange!"
Salah satu korban gue bernama Mufti pojok kiri depan. |
Setelah mereka menemukan kelompoknya, gue mulai mencari mangsa lainnya.
“Mana
bawaanmu? Keluarin!” perintah gue kasar kepada korban kedua gue.
“I-iya
Kak. Ini, saya bawa lengkap kok!” wah, sayangnya gue dituntut untuk mencari
kesalahan sebanyak-banyaknya. Ketika gue periksa hingga kedalamannya, gue
mendapat sebuah jalan untuk marah-marah.
“Astaga!
Berapa umur kamu? Kenapa pakai dalaman dengan bunga-bunga norak begini? Ini sih
daleman nenek saya!”
“Maaf
Kak,” jawabnya singkat dengan kepala menunduk. Ah, gue kasian melihat
ekspresinya. Lagipula dia gak salah-salah banget. Ya sudah, gue tinggalkan
korban pertama gue.
“Iye, saya
maapin!. Rapiin lagi barang-barang kamu!”
Satu-persatu
adik kelas gue sudah gue periksa. Hingga gue berhenti dan sangat mengamuk
dengan adik kelas yang satu ini.
“APA-APAAN
INI?!” gue menyodorkan barang-barang haram dihadapannya. Barang-barang haram
yang gue maksud adalah barang-barang yang tidak ada didaftar barang bawaan
wajib mereka.
“Itu
sunblock Kak, terus itu facial foam,
deodorant, dan lipgloss. Soalnya bibir saya suka kering kalo jarang minum. Dan
ini shampoo sama conditionernya,” jelasnya dengan tenang. Gue mengamuk.
“HEH! EMANG
INI ADA DIDAFTAR BAWA? KAN ATURANNYA, TIDAK BOLEH MEMBAWA SATU BARANGPUN DI
LUAR DAFTAR?! LO TAKUT HITAM YA, PAKE BAWA SUNBLOCK SEGALA? HAAAHHH?!! TERUS
APA-APAAN INI, PAKE LIPGLOSS SEGALA?! LO LIAT BIBIR GUE, LO LIAT MUKA GUE! PAKE
BEDAK AJA GUE ENGGAK DEK!! GAK USAH BERLAGAK LO DISINI!” lolong gue. Semua
orang menoleh kearah sumber suara terkeras disana yang berasal dari gue. Ada
yang memasang tatapan ngeri, ada yang memasang muka hampir menangis.
“….” Yang diamuk-amuk
hanya terdiam, makin marahlah gue.
“LO,
BANDING GUE, MASIH LEBIH PUTIH GUE DEK!! TAPI GUE GAK PAKE JAKET, GUE GAK PAKE
TOPI, DAN GUE GAK PAKE SUNBLOOOOCCCCKKKK!!!!” gue mengambil tangan adik kelas
gue dan mengusapkannya kulit lengan gue. “RASAIN KAN, KULIT GUE KASAR HARI INI!
LO MALAH SOK CAKEP BENER MAKE SUNBLOCK SEGALA! UDAH MERASA CANTIK LO, HAH? UDAH
ITEM, BANYAK BEKAS LUKANYA, GAK USAH BELAGU LO YA?! “ gue menikmati peran gue dan makin tega untuk mengumpat. Tapi
ternyata yang gue hadapi sekarang sudah sangat kebal dengan makian dan
nada-nada keras. Gue pengen bikin mereka menangis karena itu bakal dimasukkan
ke video documenter B-FLAT ini.
“Orangtuamu
kerja apa?” kata gue gak lagi dengan berteriak. Gue mencoba cara lain untuk
membuatnya menangis.
“Pedagang
Kak, di pasar,” DEG! Ntah kenapa gue yang malah ingin menjadi menangis.
“Trus uang
sekolah dapet darimana?”
“Cari
hutang ke keluarga yang lain, Kak.”
“Kamu yakin
mau jadi pramugari?” gue ingin menyentuh hatinya, sekaligus memberi wejangan
sebelum nantinya dia akan benar-benar menjadi pramugari.
“Yakin Kak.
Saya mau bantu keluarga.”
“Bagus, itu
mulia sekai. Tapi kamu harus tau, dunia airlines
itu kejam. Banyak rintangan, banyak godaan. Saya perhatikan kamu punya banyak
sekali bekas luka, dan itu sifatnya permanen. Saya bukan ingin menjatuhkan
mental kamu, justru saya ingin menyemangati kamu. Kita sama, saya juga menjadi
pramugari untuk memperbaiki kehidupan saya dan keluarga. Tapi awas, ketika kamu
sudah bekerja dan menerima uang banyak, kamu lupa tujuan awal kamu. Saya sudah
lihat kamu berpotensi untuk itu. Kenapa? Karena kamu mau bergaya, padahal kamu
tahu itu tidak dibolehkan. Orangtuamu pontang-panting cari pinjaman, itupun
kalau ada yang mau kasi pinjaman. Kalau tidak ada, terus mereka harus pinjam ke
rentenir, bagaimana? Kamu tidak tahu kan? Mereka pasti tidak ingin memberitahu
kamu karena mereka tidak ingin kamu juga merasakan beban yang mereka pikul.
Betapa mulia hati orangtuamu, Dik. Tapi kamu malah membeli sunblock dan
barang-barang ini. Camkan kata-kata saya. Kalau kamu tidak pintar jaga diri,
kamu akan terjerumus dan lupa dengan semua niat awalmu.”
AJAIB!
Dengan ceramah tadi, gue berhasil membuatnya menangis walaupun ia tetap
terlihat ingin menahannya. Gue meninggalkannya dalam tangis. Mudah-mudahan ia
akan selalu mengingat hal ini.
Gue kembali
berputar-putar mencari mangsa. Gue menemukan 2 orang Bali yang kebetulan
sama-sama berasal dari Singaraja. 1 orang yang bernama Putu adalah adik kelas
gue di SMA N 1 Singaraja dan 1 lagi yang bernama Shelly berasal dari SMA Lab
Undiksha.
“Heh,
kalian dari Bali ya? Dari Singaraja lagi! Jangan malu-maluin gue ya!”
“IYA KAK!”
jawab mereka semangat.
“Bagus!”
Akhirnya
sesi pemeriksaan barang-barang ini berakhir. Gue kembali ke ruang panitia untuk
istirahat sejenak. –to be continued-
Mbak Desvy yang menjadi saingan gue buat marah-marah |
Dikeroyok senior sampe nangis. Masuk infotaiment nih! |
Komentar
peace ah. gw juga pernah kayak gini koq waktu SMA. walhasil dibenci ma satu angkatan baru.
ditunggu part III nya
Sstt.. itu ketauan ade kelas ga, kl ga sempet nyentuh air#ga mandi...hahaha...
parah banget yak
marah banget kayaknya, huruf kapital semua. tapi keren kok, mampir balik ya sist :D
Nah ini nih, ibaratnya ajang MOS bagi siswa/i sekolah baru. Sekarang sang pramugalau jadi "kakak-kelas" deh. Galak banget bahahaha, terus lucu lagi di bagian "pakaian dalam bunga-bunga" x)))
masalahnya, gue jarang inget. *maklum udah uzur
Ga pake acara melotot2 ga jelas gtu kan?? trus ngedumel dalem hati..
macem di sinetron2 :p
hwehehehe