Divisi Pawang Hujan
Lagi-lagi cerita yang datang dari penumpang. Kali ini gak hanya menyebalkan, tapi juga brilian. Tentu saja gue sedang menggunakan majas ironi saat ini, karena 'brilian' sangat tidak matching disandingkan dengan kata menyebalkan. So? Silahkan cari kata yang menurut kalian cocok setelah kalian semua membaca postingan kali ini.
Saat itu seharusnya gue menjalankan schedule terbang Jakarta - Kendari - Jakarta - Semarang - Jakarta bersama teman seangkatan gue, Dita Paramita. FYI, Dita ini asli Jogja, meskipun nama lengkapnya mengingatkan gue pada kebiasaan orang Bandung kalo ngasi nama anak mereka yang suku katanya sengaja dimirip-miripin, such as Asep Surasep, atau Jaja Miharja, atau yang paling parah Rhoma Irama (loh?).
Penerbangan dari Jakarta berjalan mulus, cuaca cerah, awannya indah, pokoknya feeling like saturday nite candle light dinner with ehem deh. Gak nyangka, sesaat sebelum mendarat di bandar udara Haluoleo di Kendari, Captain memberikan announcement yang isinya kurang lebih sebagai berikut,
"Eheemm, cek cek bebi cek wan tu tri? Bagus ya? Okeh... Para penumpang yang terhormat, disini Captain anda berbicara dari ruang kemudi (yaiyalaa, masa ruang hampa udara?), saat ini kita sedang bersiap-siap melakukan pendaratan di Bandara Haluoleo di Kendari, tapi dikarenakan kami mendapat informasi bahwa di bandara setempat sedang hujan lebat dan berkabut, sehingga menghalangi jarak pandang minimum kami, maka dengan sangat menyesal saya informasikan bahwa kita harus mengalihkan penerbangan menuju Bandar Udara Sultan Hasannudin di Makassar selamaa... kasi tau gak yaaa? Hahaha, kasi tau deh. Selama jalan kenangan! Eh, itu sih sepanjang jalan kenangan ya? Sorry, sorry, garing yah? Biasa deh, kita kan pilot-pilot ca'em. Kalo mau yang garang, silahkan naik pesawat tempur. Okeh, sekian informasi dari saya, informasi selebihnya akan diberikan oleh awak kabin kami. Pis, love and gahol!"
Well, gak usah kaget.Captain gue emang kece dan gaul abis, umur bukan penghalang bagi dia untuk tetap terlihat energik. Hahaha. Gak deng, bercanda gue. But seriously, dia emang Captain yang baik dan keren abis deh pokoknya.
Beberapa detik setelah announcement tersebut, terdengar koor 'huuu' dari burung hantu, eh sorry, dari penumpang. Kecewa? Pasti. Tapi mau apa lagi? Mau nekat mendarat dengan kondisi hujan lebat ditambah berkabut tebal? Well, gue sih ogah ya. Gue masih pengen punya anak-cucu dulu dan tour ke planet Uranus sebelum gue mati.
Kami pun akhirnya mendarat di Makassar. Cuaca di Makassar memang hujan, tapi menurut regulasi, kita masih diperbolehkan untuk mendarat, berbeda dengan Kendari yang memang hujan lebat sampai-sampai banjir bandang segala. Karena dikhawatirkan harus menunggu lama, kami mempersilahkan penumpang untuk turun ke ruang tunggu di gedung terminal. Gue saat itu in charge sebagai FA 4 dan work station gue di entry door depan. Layaknya pagar ayu, gue greeting dan sesekali meminta maaf kepada penumpang. Saat itulah, seorang Bapak tua (bisa dilihat dari jumlah ubannya yang mungkin mencapai ribuan) dan subur (karena perutnya buncit, condong jauh ke depan) berjalan ke arah gue dengan ekspresi kesal.
"Gimana sih Mbak? Kok pake acara ke Makassar segala? Saya kan gak ada urusan ke Makassar, bisnis saya itu di Kendari loh Mbak. Di Kendari!" ceroscosnya sampe muncrat segala. Udah hujan di luar, hujan di muka gue. Bener-bener hari yang BASAH!
"Iya Pak, kan tadi sudah diinfokan, saat kita akan mendarat tadi, pilot kami mendapat info dari ATC (Air Traffic Conroller) setempat bahwa kita belum diperbolehkan mendarat karena jarak pandang minimum pilot kami terhalang kabut tebal, dan landasannya masih licin karena hujan lebat," jawab gue se-simple mungkin dengan harapan si Bapak bakal ngerti dan gak banyak ngebacot lagi. Eh, bukannya mahfum sama penjelasan gue barusan, si Bapak malah ngasi ide paling tolol (atau jenius?) yang pernah gue denger.
"Ya diatur donk Mbak, gimana caranya biar gak hujan pas kita mau mendarat! Bila perlu kamu beri tahu itu Pak Rusdi Kirana buat bikin divisi baru yang ngatur cuaca atau semacam itulah. Jadi, nanti kalau terbang gak bakal ada namanya divert-divert segala. Macam telepon saja lah pakai divert begini!"
DOENG!!! Gue bengong. Sedetik. Dua detik. Krik krik krik.
"Jadi maksud Bapak semacam Pawang Hujan?" kata gue memastikan bahwa gue gak salah tanggap.
"Iyaa, semacam itulah Mbak. Jadi Lion ini bukak divisi baru. Selain ada Pak Pilot, Pak Ko-pilot, Mbak Pramugari, nah ada pulak Pawang Hujannya! Atau kalau tidak, Mbak belajar saja. Bisa toh?" ujarnya semangat '45.
"Ya kali Pak, gue beli tv kabel berlangganan abal-abal yang ada di iklan telkom vision supaya gratis pawang hujannya. Atau masa iya, ntar pas gue training, instrukturnya semacam dukun gitu? Jadi gaji gue dobel karena kerjaan gue rangkap pawang hujan? Dan kerjaan gue nyembur-nyemburin air laut yang udah gue kasi mantra suci. Pinter kali lah Bapak ini!" batin gue. Gue jadi penasaran, pebisnis apa yang punya usul se-cetar itu. Jangan-jangan si Bapak bisnis udang. Apa hubungannya udang sama ide tolol? Ada donk, karena bisnis udang, otaknya jadi otak udang alias dongo. Tapi bagaimanapun si Bapak tetep penumpang gue. Jadi setolol apapun perkataannya, haram bagi gue untuk menertawakan ketololannya.
"Wah, ide yang sangat cemerlang sekali, Pak. Akan saya sampaikan kepada atasan saya di lain kesempatan. Terima kasih banyak, Pak..."
Saat itu seharusnya gue menjalankan schedule terbang Jakarta - Kendari - Jakarta - Semarang - Jakarta bersama teman seangkatan gue, Dita Paramita. FYI, Dita ini asli Jogja, meskipun nama lengkapnya mengingatkan gue pada kebiasaan orang Bandung kalo ngasi nama anak mereka yang suku katanya sengaja dimirip-miripin, such as Asep Surasep, atau Jaja Miharja, atau yang paling parah Rhoma Irama (loh?).
Penerbangan dari Jakarta berjalan mulus, cuaca cerah, awannya indah, pokoknya feeling like saturday nite candle light dinner with ehem deh. Gak nyangka, sesaat sebelum mendarat di bandar udara Haluoleo di Kendari, Captain memberikan announcement yang isinya kurang lebih sebagai berikut,
"Eheemm, cek cek bebi cek wan tu tri? Bagus ya? Okeh... Para penumpang yang terhormat, disini Captain anda berbicara dari ruang kemudi (yaiyalaa, masa ruang hampa udara?), saat ini kita sedang bersiap-siap melakukan pendaratan di Bandara Haluoleo di Kendari, tapi dikarenakan kami mendapat informasi bahwa di bandara setempat sedang hujan lebat dan berkabut, sehingga menghalangi jarak pandang minimum kami, maka dengan sangat menyesal saya informasikan bahwa kita harus mengalihkan penerbangan menuju Bandar Udara Sultan Hasannudin di Makassar selamaa... kasi tau gak yaaa? Hahaha, kasi tau deh. Selama jalan kenangan! Eh, itu sih sepanjang jalan kenangan ya? Sorry, sorry, garing yah? Biasa deh, kita kan pilot-pilot ca'em. Kalo mau yang garang, silahkan naik pesawat tempur. Okeh, sekian informasi dari saya, informasi selebihnya akan diberikan oleh awak kabin kami. Pis, love and gahol!"
Well, gak usah kaget.Captain gue emang kece dan gaul abis, umur bukan penghalang bagi dia untuk tetap terlihat energik. Hahaha. Gak deng, bercanda gue. But seriously, dia emang Captain yang baik dan keren abis deh pokoknya.
Beberapa detik setelah announcement tersebut, terdengar koor 'huuu' dari burung hantu, eh sorry, dari penumpang. Kecewa? Pasti. Tapi mau apa lagi? Mau nekat mendarat dengan kondisi hujan lebat ditambah berkabut tebal? Well, gue sih ogah ya. Gue masih pengen punya anak-cucu dulu dan tour ke planet Uranus sebelum gue mati.
Kami pun akhirnya mendarat di Makassar. Cuaca di Makassar memang hujan, tapi menurut regulasi, kita masih diperbolehkan untuk mendarat, berbeda dengan Kendari yang memang hujan lebat sampai-sampai banjir bandang segala. Karena dikhawatirkan harus menunggu lama, kami mempersilahkan penumpang untuk turun ke ruang tunggu di gedung terminal. Gue saat itu in charge sebagai FA 4 dan work station gue di entry door depan. Layaknya pagar ayu, gue greeting dan sesekali meminta maaf kepada penumpang. Saat itulah, seorang Bapak tua (bisa dilihat dari jumlah ubannya yang mungkin mencapai ribuan) dan subur (karena perutnya buncit, condong jauh ke depan) berjalan ke arah gue dengan ekspresi kesal.
"Gimana sih Mbak? Kok pake acara ke Makassar segala? Saya kan gak ada urusan ke Makassar, bisnis saya itu di Kendari loh Mbak. Di Kendari!" ceroscosnya sampe muncrat segala. Udah hujan di luar, hujan di muka gue. Bener-bener hari yang BASAH!
"Iya Pak, kan tadi sudah diinfokan, saat kita akan mendarat tadi, pilot kami mendapat info dari ATC (Air Traffic Conroller) setempat bahwa kita belum diperbolehkan mendarat karena jarak pandang minimum pilot kami terhalang kabut tebal, dan landasannya masih licin karena hujan lebat," jawab gue se-simple mungkin dengan harapan si Bapak bakal ngerti dan gak banyak ngebacot lagi. Eh, bukannya mahfum sama penjelasan gue barusan, si Bapak malah ngasi ide paling tolol (atau jenius?) yang pernah gue denger.
"Ya diatur donk Mbak, gimana caranya biar gak hujan pas kita mau mendarat! Bila perlu kamu beri tahu itu Pak Rusdi Kirana buat bikin divisi baru yang ngatur cuaca atau semacam itulah. Jadi, nanti kalau terbang gak bakal ada namanya divert-divert segala. Macam telepon saja lah pakai divert begini!"
DOENG!!! Gue bengong. Sedetik. Dua detik. Krik krik krik.
"Jadi maksud Bapak semacam Pawang Hujan?" kata gue memastikan bahwa gue gak salah tanggap.
"Iyaa, semacam itulah Mbak. Jadi Lion ini bukak divisi baru. Selain ada Pak Pilot, Pak Ko-pilot, Mbak Pramugari, nah ada pulak Pawang Hujannya! Atau kalau tidak, Mbak belajar saja. Bisa toh?" ujarnya semangat '45.
"Ya kali Pak, gue beli tv kabel berlangganan abal-abal yang ada di iklan telkom vision supaya gratis pawang hujannya. Atau masa iya, ntar pas gue training, instrukturnya semacam dukun gitu? Jadi gaji gue dobel karena kerjaan gue rangkap pawang hujan? Dan kerjaan gue nyembur-nyemburin air laut yang udah gue kasi mantra suci. Pinter kali lah Bapak ini!" batin gue. Gue jadi penasaran, pebisnis apa yang punya usul se-cetar itu. Jangan-jangan si Bapak bisnis udang. Apa hubungannya udang sama ide tolol? Ada donk, karena bisnis udang, otaknya jadi otak udang alias dongo. Tapi bagaimanapun si Bapak tetep penumpang gue. Jadi setolol apapun perkataannya, haram bagi gue untuk menertawakan ketololannya.
"Wah, ide yang sangat cemerlang sekali, Pak. Akan saya sampaikan kepada atasan saya di lain kesempatan. Terima kasih banyak, Pak..."
Komentar
Hahaha, makasi buat kritiknya. semoga bisa lebih baik lagi di cerita-cerita berikutnya
Keep posting mba, saya follow postingannya. Bagus2 dan lucu sekaligus menambah wawasan.
lumayan mengurangi populasi dukun yg ga laku
hahahaha