Langit Indah Dari Atas Sini
Gue ga pernah bercita-cita sebagai pramugari. Walaupun pramugari
adalah satu dari sekian cita-cita favorit gadis kecil di bumi bagian
manapun, gue emang gak pernah berpikir kearah sana. Gue sering bingung
setiap kali ditanya cita-cita gue apa. Waktu masih kecil,sekitar 5-12
tahun, gue pengen jadi Putri Indonesia, penyanyi legenda dunia, atau
model seksi (yang kalau jaman sekarang mungkin sekelas
model-model Victoria’s Secret).
Di usia 12 tahun, gue mulai merubah cita-cita gue menjadi lebih normal. Di usia itu gue selalu pengen jadi dokter cantik bin seksi (tetep ya bo, seksinyah). Memasuki SMA, gue mulai nyadar kalau menjadi dokter cantik dan seksi itu sangat tidak mungkin untuk diwujudkan. Kenapa? Bukan karena gue akcantik bin seksi ya, secara jelas-jelas gue itu dibilang mirip sama Luna Maya. Itu karena nilai-nilai gue dimata pelajaran MIPA sangat-sangat rendah. Kalau gue tetap memaksa untuk jadi dokter, bakal banyak pasien yang turun kasta menjadi korban mal-praktek.
Well,back to the topic. Gue gak pernah bercita-cita menjadi seorang pramugari karena gue takut mati. Gue gak bisa bayangin betapa ngerinya harus bekerja berjam-jam diatas langit sana, puluhan ribu kaki diatas permukaan laut. Langit, bagi gue,adalah tempat yang mengerikan. Gue gak nyangka, akhirnya setelah memasuki usia19 tahun, gue malah hidup dengan bekerja sebagai pramugari. Sebuah profesi high risk dengan high salary.
Semakin lama gue menjalani pekerjaan ini, gue semakin bingung kenapa ada begitu banyak orang diluar sana yang bercita-cita menjadi pramugari. Beberapa dari mereka ada yang pernah bilang,
‘Jadi pramugari tuh enak! Bisa jalan-jalan gratis dan digaji gede pula!’
Kalo boleh jujur, satu setengah tahun gue menjadi pramugari, bisa dihitung berapa kali gue jalan-jalan didaerah tempat gue menginap. Badan gue terlalu letih buat dipake jalan setelah berjam-jam bekerja, berhadapan dengan penumpang, senior, bahkan para pilot. Dan gue anggap, nominal yang tercantum di rekening gue tiap bulannya itu gak setimpal dengan apa yang telah pekerjaan ini renggut dari gue. Pekerjaan ini terlalu banyak menyita waktu dan mengacaukan timeline hidup gue dengan schedule terbang ajaib yang gak menentu. Kadang lo baru bisa tidur jam 12 malam setelah pulang terbang dari Aceh, dan kadang lo udah harus siap jam 12 malam buat terbang ke Merauke (bener-bener Sabang sampai Merauke deh). Pekerjaan ini membuat gue yang dulunya semasa SMA adalah seorang gadis aktif yang lincah menjadi sebuah mesin pekerja yang lebih suka memanfaatkan waktu luang untuk tidur. Pekerjaan ini membuat gue hanya bisa bertemu keluarga gue setahun sekali hanya pada saat cuti (dan itu pun hanya 2 minggu). Pekerjaan ini membuat gue kesulitan dengan social life gue, entah dengan sahabatatau dengan pacar dan bahkan dengan orang-orang lain. Pekerjaan ini mengacaukan janji-janji gue yang udah gue rancang, karena ada schedule dadakan yang harus lebih diutamakan.
Gue (jujur) tidak menyukai pekerjaan gue sekarang.Gue udah pernah bekerja sebelumnya, walaupun hanya sekedar bekerja sampingan dijaman SMA. Tapi gue malah merasa lebih nyaman ketika dulu gue menjadi penyiar, SPG salah satu provider pulsa di Indonesia, ataupun kasir di sebuah tempat futsal. Gue gak pernah ngerasa semuak ini, sampai-sampai gue selalu berpikir buat berhenti, berhenti,dan berhenti. Ini tentu aja menambah beban gue karena bekerja dalam tekanan batin. Berbagai cara gue lakukan untuk menumbuhkan perasaan nyaman setiap kali gue terbang, tapi ternyata gak semudah itu. Gue gak menemukan hal menarik disini. Dan kalau boleh jujur, berhubung gue masih junior, gue masih dianggap sampah banget disini (dimana hal seperti ini gak pernah gue rasakan sebelumnya).
Hingga suatu ketika, gue menonton sebuah serial drama Jepang tentang dunia penerbangan berjudul ‘GOOD LUCK’. Di sebuah episodenya, Shinkai (co-pilot muda dan ganteng di film itu) berkata bahwa ia ingin menunjukkan pada Ogawa (mekanik cantik yang ditaksir Shinkai) betapa indahnya langit diatas sana.
Ternyata kata-kata itu sangat menginspirasi gue.Keesokan harinya, ketika gue mendapat schedules ebagai extra crew (tidak terbang aktif, melainkan hanya duduk seperti penumpang) dari Makassar ke Jakarta, gue mencoba untuk membuktikan bahwa kata-kata Shinkai itu salah. Gue akan membuktikan dengan cara mengamati dengan cermat sepanjang perjalanan gue, dna gue percaya, gue benar. Tapi setelah pesawat lepas landas, gue tau, gue salah. Satu setengah tahun gue bekerja, gue gak pernah merasa se-excited ini ketika pesawat lepas landas.
Gak sedetikpun gue melepaskan pandangan dari jendela, memperhatikan pesawat menanjak dan menanjak setelah lepas landas. Menjauhi daratan dan lautan, mendekati langit, rumah kedua gue. Menikmati pemandangan ketika matahari beranjak tenggelam dan menyembul di sela-sela awan. Melihat kumpulan awan-awan putih bersih yang cantik sekali. Ya, Shinkai benar. Langit memang sangat indah untuk dinikmati. Saat itu, gue tidak pernah lagi takut dengan langit. Gue bahkan mulai menikmati pekerjaan gue, karena berpikir langit menunggu gue diatas sana untuk menikmati kecantikannya hari ini. Akhirnya setelah satu setengah tahun, gue bener-bener sadar, ‘langit terlihat benar-benar indah dari atas sini’.
Di usia 12 tahun, gue mulai merubah cita-cita gue menjadi lebih normal. Di usia itu gue selalu pengen jadi dokter cantik bin seksi (tetep ya bo, seksinyah). Memasuki SMA, gue mulai nyadar kalau menjadi dokter cantik dan seksi itu sangat tidak mungkin untuk diwujudkan. Kenapa? Bukan karena gue akcantik bin seksi ya, secara jelas-jelas gue itu dibilang mirip sama Luna Maya. Itu karena nilai-nilai gue dimata pelajaran MIPA sangat-sangat rendah. Kalau gue tetap memaksa untuk jadi dokter, bakal banyak pasien yang turun kasta menjadi korban mal-praktek.
Well,back to the topic. Gue gak pernah bercita-cita menjadi seorang pramugari karena gue takut mati. Gue gak bisa bayangin betapa ngerinya harus bekerja berjam-jam diatas langit sana, puluhan ribu kaki diatas permukaan laut. Langit, bagi gue,adalah tempat yang mengerikan. Gue gak nyangka, akhirnya setelah memasuki usia19 tahun, gue malah hidup dengan bekerja sebagai pramugari. Sebuah profesi high risk dengan high salary.
Semakin lama gue menjalani pekerjaan ini, gue semakin bingung kenapa ada begitu banyak orang diluar sana yang bercita-cita menjadi pramugari. Beberapa dari mereka ada yang pernah bilang,
‘Jadi pramugari tuh enak! Bisa jalan-jalan gratis dan digaji gede pula!’
Kalo boleh jujur, satu setengah tahun gue menjadi pramugari, bisa dihitung berapa kali gue jalan-jalan didaerah tempat gue menginap. Badan gue terlalu letih buat dipake jalan setelah berjam-jam bekerja, berhadapan dengan penumpang, senior, bahkan para pilot. Dan gue anggap, nominal yang tercantum di rekening gue tiap bulannya itu gak setimpal dengan apa yang telah pekerjaan ini renggut dari gue. Pekerjaan ini terlalu banyak menyita waktu dan mengacaukan timeline hidup gue dengan schedule terbang ajaib yang gak menentu. Kadang lo baru bisa tidur jam 12 malam setelah pulang terbang dari Aceh, dan kadang lo udah harus siap jam 12 malam buat terbang ke Merauke (bener-bener Sabang sampai Merauke deh). Pekerjaan ini membuat gue yang dulunya semasa SMA adalah seorang gadis aktif yang lincah menjadi sebuah mesin pekerja yang lebih suka memanfaatkan waktu luang untuk tidur. Pekerjaan ini membuat gue hanya bisa bertemu keluarga gue setahun sekali hanya pada saat cuti (dan itu pun hanya 2 minggu). Pekerjaan ini membuat gue kesulitan dengan social life gue, entah dengan sahabatatau dengan pacar dan bahkan dengan orang-orang lain. Pekerjaan ini mengacaukan janji-janji gue yang udah gue rancang, karena ada schedule dadakan yang harus lebih diutamakan.
Gue (jujur) tidak menyukai pekerjaan gue sekarang.Gue udah pernah bekerja sebelumnya, walaupun hanya sekedar bekerja sampingan dijaman SMA. Tapi gue malah merasa lebih nyaman ketika dulu gue menjadi penyiar, SPG salah satu provider pulsa di Indonesia, ataupun kasir di sebuah tempat futsal. Gue gak pernah ngerasa semuak ini, sampai-sampai gue selalu berpikir buat berhenti, berhenti,dan berhenti. Ini tentu aja menambah beban gue karena bekerja dalam tekanan batin. Berbagai cara gue lakukan untuk menumbuhkan perasaan nyaman setiap kali gue terbang, tapi ternyata gak semudah itu. Gue gak menemukan hal menarik disini. Dan kalau boleh jujur, berhubung gue masih junior, gue masih dianggap sampah banget disini (dimana hal seperti ini gak pernah gue rasakan sebelumnya).
Hingga suatu ketika, gue menonton sebuah serial drama Jepang tentang dunia penerbangan berjudul ‘GOOD LUCK’. Di sebuah episodenya, Shinkai (co-pilot muda dan ganteng di film itu) berkata bahwa ia ingin menunjukkan pada Ogawa (mekanik cantik yang ditaksir Shinkai) betapa indahnya langit diatas sana.
Ternyata kata-kata itu sangat menginspirasi gue.Keesokan harinya, ketika gue mendapat schedules ebagai extra crew (tidak terbang aktif, melainkan hanya duduk seperti penumpang) dari Makassar ke Jakarta, gue mencoba untuk membuktikan bahwa kata-kata Shinkai itu salah. Gue akan membuktikan dengan cara mengamati dengan cermat sepanjang perjalanan gue, dna gue percaya, gue benar. Tapi setelah pesawat lepas landas, gue tau, gue salah. Satu setengah tahun gue bekerja, gue gak pernah merasa se-excited ini ketika pesawat lepas landas.
Gak sedetikpun gue melepaskan pandangan dari jendela, memperhatikan pesawat menanjak dan menanjak setelah lepas landas. Menjauhi daratan dan lautan, mendekati langit, rumah kedua gue. Menikmati pemandangan ketika matahari beranjak tenggelam dan menyembul di sela-sela awan. Melihat kumpulan awan-awan putih bersih yang cantik sekali. Ya, Shinkai benar. Langit memang sangat indah untuk dinikmati. Saat itu, gue tidak pernah lagi takut dengan langit. Gue bahkan mulai menikmati pekerjaan gue, karena berpikir langit menunggu gue diatas sana untuk menikmati kecantikannya hari ini. Akhirnya setelah satu setengah tahun, gue bener-bener sadar, ‘langit terlihat benar-benar indah dari atas sini’.
Komentar
postingannya keren2, saya pembaca setia blog ini dan ini posting yang paling bikin ngiri :)
Hahaha... Seneng juga, akhirnya ada yg bisa iri sm gw, walaupun gw bingung, apa coba yg bisa bikin iri -_-
ian yang mau jadi FA cuma bisa jadi pax dan ngiler2 (lebay) pas FAnya demo :P
kadang bs melihat kecantikan matahari yg terbenam atau terbit dr ketinggian 30rb kaki..
kadang jg bs melihat langit yg lagi galau dg turbulensi dan awan hitamnya..
kadang bs melihat tumpukan awan seperti taman yg sangat luas..
hal2 sperti itu yang bs menghibur para Flight Crew dan penumpang..
makanya klo penerbangan singkat (skitar 1-2 jam) lebih seneng ngeliat keluar jendela..
krn selalu yakin ada hal aneh di luar sana dr atas pesawat :D (ntah deh misal ngeliat superman lewat :p )
Ini hobi saya dari kecil. Bukaann,,bukan nulis blognya. Tapi hobi saya dalam curhat. Jadi, dari saya TK, saya suka banget curhat. Setiap dijemput pulang sekolah, saya pasti akan selalu menceritakan apapun yang saya anggap menarik. Orangtua saya sampai heran, kok bisa setiap hari selalu punya cerita menarik. Skr sy sadar, karena ketika sy kecil, saya merasa hidup ini sangat menarik. Skr syapun masih berpikir demikian, sehingga hobi curhat sy, say tumpahkan di blog ini.
Baru kali ini gue bisa betah lama-lama di blog orang dan rajin komen -- selain blognya shitlicious dan benakribo.
Tapi lo hebat, di tengah kesibukan jadi pramugari yang waktu tidurnya bisa dibilang dikit, masih sempet2 nya nulis kayak gini. :D
kalo pas lagi flight pagi buta, terus bisa lihat sunrise di atas awan, bener - bener pemandangan yang keren, atau nikmatin indahnya kota jakarta kalo pas mau landing malam hari, cahaya lampunya top...
Please say hi to herda from a fellow if.net member - use to be..
Peace be upon you both, Aamiin