Prologue Of Narendra
Minggu pagi ketika jalanan Sudirman-Thamrin
menjadi penuh oleh lautan manusia yang ingin berolahraga, sebuah taksi keluar
dari pool-nya untuk bekerja, mencari berbagai penumpang yang akan menjadi
rejekinya di hari libur ini.
Tamu pertama
datang ketika satpam RSIA Bunda memanggil sang taksi yang telah ditunggu
penumpangnya yaitu seorang nenek, ibu muda dan bayi merah-nya yang baru lahir.
Lantunan dari Mr.
Philip Collins itupun menyertai bahasa tubuh kasih sayang sang ibu yang
berbahagia dengan kehadiran anak pertamanya, ikut menyambut kehadirannya di
dunia melalui mp3 player dimobil sepanjang perjalanan. Dan sesampainya di rumah
tujuan, sang nenek membayar taksi lalu mereka pun turun menuju rumah yang telah
kehadiran anggota baru keluarganya. Taksi kembali melanjutkan perjalanan,
meninggalkan mereka dan sebuah pertanyaan terbesit, “Bapaknya mana ya….?”
Tak lama
berselang seorang ibu dengan kedua anak balitanya memanggil sang taksi yang
sedang lewat disekitar komplek perumahan. Dengan membawa kado dan berdandan ala
pesta anak mereka pun menuju McDonald untuk menghadiri sebuah pesta ulang tahun
Suasana meriah
penuh keceriaan anak-anak pun tampak di dalam restaurant. Setibanya taksi di
tujuan, dan penumpangnya segera bergabung dalam pesta tersebut. Taksi
melanjutkan perjalanan di hari yang semakin siang, kali ini “sepasukan ABG”
yang mencegat untuk diatar menonton film thriller bergenre remaja berjudul
“Final Destinaton 4” yang sedang diputar
di bioskop....
Keceriaan senandung masa puber mereka ber-6
dalam satu taksi ini membuat gerakan “gedebukan” yang bikin gerah yang kemudian
mengotori taksi pak supir dengan jejak tangan di jendela dan sepatu di belakang
jok depan.
Setelah taksi
dibersihkan sebentar, bioskop-nya kali ini bertumpahan para pengunjung (baca :
rejeki berjalan patut ditunggu) yang baru saja selesai nonton film untuk
melanjutkan acara atau pulang. Jadi tamu kali ini adalah pasangan remaja yang
sedang menikmati masa kasmaran
“… Bagaimana caranya…, agar kamu tahu bahwa…., kau lebih
dari indah…., di dalam hati ini……” -Nikita Willy-
Setelah pasangan
“Dunia milik berdua, yang lain ngontrak” ini tiba di tujuan ‘hang-out’
berikutnya, taksi melanjutkan perjalanan ketika melalui Terminal Rawamangun ada
empat mahasiswa yang minta diantar ke kos-nya, mereka balik ke Jakarta lebih awal
untuk tugas kuliah yang akan dikumpulkan besok. Dan suasana hura-hura dan
kasmaran yang berasal dari penumpang sebelumnya kali ini berganti dengan
suasana serius untuk meraih masa depan.
Menjelang sore
melewati pool kecil travel Cipaganti, sang taksi kali ini mengantar sepasang
kekasih yang baru saja datang dari Bandung untuk menata rencana pernikahan
mereka nanti disana….
Mudah-mudahan,
lantunan indah dari Utha Likumahuwa ini menyertai tujuan baik mereka itu dalam
kisah asmara yang telah beranjak dewasa, happy wedding!
Dan taksi pun
melanjutkan perjalanan-nya, kali ini lanjut ke Ancol untuk menjemput
mereka-mereka yang akan pulang beristirahat dirumah untuk aktifitas hari Senin
besok. Tamu kali ini adalah keluarga dengan tiga anak, ramai dengan berbagai
balon ikan, pelampung bebek, boneka paus memenuhi kabin belakang taksi sampai
supirnya sulit melihat ke belakang dan stiker-stiker SeaWorld, yaitu salah satu
tempat yang tadinya dikunjungi dan menyisakan berbagai sahutan ramai anak-anak
yang saling rebutan bertanya dan ber-ego dan lama-lama berantem, membuat sang
ayah dan ibu sibuk meladeni rasa ingin tahu sang anak dan melerai ego-ego
mereka….
Lantunan dari Whitney Houston itu
menggambarkan salah satu proses keluarga di dalam taksi yang sedang mengantar
keluarga ini pulang, dalam suatu naluri kasih sayang orang tua yaitu “The
Greatest Love Of All”.
Tak terasa, waktu
sudah menunjukkan jam 11 malam ketika hujan turun, dari Tomang taksi berjalan
pulang ke pool-nya ketika tak dinyana ada yang nongol dan memanggilnya dari
selipan-selipan bus kota yang ngetem di perempatan Slipi. Tak mau menolak
rejeki, taksi pun berhenti menyambut sang penumpang yang mengisyaratkan minta
buka bagasi dan mengisinya dengan tas yang cukup banyak dan berat, lalu mereka
cepat-cepat masuk di tengah derasnya hujan dan bilang “Pak ini jauh ya….,
ke Parung gak apa kan?”.
Merasa iba di tengah hujan dengan bawaan
sebanyak itu dan aura sedih yang terasa sangat kuat dari kedua penumpang kakak
beradik ini, sang taksi pun meladeni tujuan yang bakal membuatnya telat masuk
pool. Suara tangis kecil sesenggukan namun terasa sangat dalam pun terdengar
dari adik perempuan....
“Ini ada
makanan buat bapak, ini dari tahlilan pertama bapak kami yang baru saja
meninggal”, ujar sang kakak lelaki seraya memberi nasi kotak kepada pak
supir. “Innalilahi…, semoga arwah beliau sudah tenang disana ya pak”,
ucap pak supir. “Terimakasih…”, jawab sang kakak yang kemudian mereka
pun terdiam dalam suasana lelah dan duka. Taksi berjalan santai dalam hujan
rintik di keheningan malam yang gelap dan tiba di Parung tengah malam jam 12
lebih….
Dipastikan pulang
telat, pak supir taksi bersantai sejenak. Sembari makan nasi kotak dari
penumpangnya itu tadi ia pun termenung atas apa apa yang telah terjadi di
taksinya hari ini.
Kembali ke pool jauh
di Kalibata, sang taksi berjalan santai saja karena dengan memburu time limit
pun gak akan sampai dan hanya menambah resiko dengan fisik yang sudah lelah,
malam yang gelap dan aspal yang basah……, radio LiteFM kemudian ia putar untuk
menemani perjalanan panjang yang menyendiri ini….
“ ….. From the day we arrive on the
planet….. And blinking, step into the sun….. There's more to be seen…., than
can ever be seen. More to do…, than can ever be done…..”
Lantunan dari Sir
Elton John ini seakan merangkum catatan argo sang taksi hari ini, argo yang
bercerita akan kisah manusia dalam perjalanan hidupnya. Kisah tentang
kelahiran, ulang tahun anak, masa remaja, meraih masa depan, pernikahan,
menjadi orang tua sampai kematian…
Jam 01.30 tengah
malam, sang taksi tiba di pool yang telah sepi dimana teman-temannya yang sejam
lalu masih bikin keramaian telah terbaris rapi dalam istirahat malamnya.
Keterlambatan-nya mendapat penalty time limit, yaitu pemotongan komisi untuk
pak supir yang sama sekali tidak bikin kesal seperti seharusnya, dan
diterimanya dengan ikhlas karena merasa telah mendapatkan sesuatu yang lebih di
hari itu. Yaitu sebuah pertunjukan Tuhan akan kebesaran-Nya, melalui kisah
tentang lingkaran kehidupan yang berbalutkan dengan berbagai bentuk kasih
sayang terdalam umat manusia....
***
“Sampai kapan kamu mau
nyupir taksi, le? Sudah lah, resign aja! Bude bisa kasi kamu kerjaan yang lebih
layak! Bude tau, Bude ngerti kamu depresi dengan kematian Bapakmu, kegagalan
sekolah pilotmu, dan pengkhianatan calon istrimu, tapi ini sudah terlampau lama
kamu terpuruk, le! Ayo, bangkit!” seorang wanita paruh baya dengan kelas
sosialita tinggi menepuk-nepuk bahu keponakannya yang baru saja pulang bekerja,
setelah hampir seharian melanglang Jakarta sebagai supir taksi.
“Kenapa semua orang
ngira Rendra kerja sebagai supir taksi itu karena depresi? Awalnya mungkin iya,
Rendra depresi sehingga Rendra resign sebagai staff groundhandling. Awalnya
mungkin iya, Rendra depresi sehingga Rendra kerja jadi supir taksi. Tapi justru
pekerjaan ini lah yang membantu Rendra untuk bangkit. Pekerjaan ini banyak
ngasi pelajaran dan pengalaman unik yang gak mungkin bisa Rendra dapetin kalo
bukan ngejalanin sendiri kehidupan sebagai seorang pekerja kelas bawah,” bantah
laki-laki yang usianya memasuki kepala tiga itu sembari memperbaiki posisi
kacamatanya. Wanita bernama Bude Windya, menjadi kesal dan dengan sedikit
membentak memarahi keponakannya.
“Rendra! Kenapa sih
kamu susah sekali di kasi tau? Pokoknya Bude mau kamu resign! Mulai besok kamu
kerja di kantor Bude bareng Tigan!” perintahnya keras. Laki-laki yang bernama
lengkap Narendra Seto itu menunduk.
“Rendra memang akan
resign, tapi Rendra gak akan bekerja di kantor Bude. Bukan berarti Rendra gak
pernah mau nerima bantuan Bude, tapi…” Rendra menggantung kalimatnya, membuat
Bude mendelik penasaran. “…tapi Rendra besok akan sign kontrak dengan salah
satu maskapai swasta negeri kita. Rendra akan melanjutkan sekolah pilot Rendra
dengan dibiayai perusahaan. Rendra dapat beasiswa, Bude!”
“Serius tho le? Kamu
gak bohong?” seru Bude terbelalak. Rendra mengangguk bersemangat, sementara
Bude sibuk menghapus airmata harunya. “Oalah, le! Selamat ya, akhirnya
cita-cita kamu selama bertahun-tahun ini tercapai juga. Bude… Bude gak tau
mesti ngomong apa lagi, Bude seneeeennngg sekali, Nak!”
“Iya, Bude. Akhirnya.
Setahun ini Rendra sudah apply ke banyak sekolah yang punya program beasiswa.
Tapi gak ada satu pun yang jawab lamaran Rendra. Akhirnya Rendra dengar kabar
bahwa maskapai ini membuka sekolah penerbang dan menawarkan beasiswa. Rendra
gak nyangka, setelah serangkaian proses yang berat dan memakan waktu cukup
lama, hari ini Rendra mendapat kabar bahwa Rendra besok harus datang ke kantor
untuk briefing dan sign kontrak. Mimpi Rendra sebagai penerbang gak pernah mati
Bude. Kalau nanti Rendra udah jadi orang sukses, Rendra bakal tulis kisah hidup
Rendra, perjuangan Rendra, dan orang-orang dibaliknya. Disana Bude bakal liat
nama Bude, Ibu, Bapak, dan Midia sebagai semangat dan pembuka jalan bagi Rendra
” Rendra memeluk Budenya dan menghapus airmata wanita itu penuh sayang.
“Iya, Nak. Semua orang
pasti ingin menuliskan kisah hidupnya, membaginya kepada orang lain. Bukan
masalah pantas atau tidak, tapi apakah tulisan itu bisa menginspirasi orang
yang membacanya atau tidak. Jangan sekedar menjadi sukses, le. Jadilah pribadi
yang bisa menjadi inspirasi orang lain. Yowis, sekarang kamu istirahat sana!”
Rendra berpamitan dan menempelkan keningnya ke punggung tangan Bude. Ia menaiki
tangga menuju kamar dan merebahkan diri.
“Welcome to the fleet,
Narendra Ekananda.”
Komentar
cerita di sesi awal ma selanjutnya kayaknya ada yg kurang, seperti lompat gitu aja..
atau imajinasiku ya yg kurang focus, ntar baca lagi aaahhhh...
oia, saran aja sih..kalo ntar jadi buku, sebaiknya jangan sebut brand ya, kecuali kalo dapat royalty..heheheh